JAKARTA, KOMPAS.com — Jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menanyakan soal pertemuan di rumah Chairman Agung Sedayu, Sugianto Kusuma, kepada Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi.
Prasetio kembali menjelaskan mengenai pertemuan itu. Dia pun mengungkapkan tidak pernah berpikir bahwa pertemuan tersebut menjadi masalah saat ini.
"Saya dengan Pak Aguan memang sering ngobrol, sering diskusi karena saya kenal dan pernah bekerja dengan dia. Saya enggak tahu bakal begini," ujar Prasetio saat menjadi saksi sidang dugaan suap raperda reklamasi di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Rabu (14/9/2016).
Prasetio menjadi saksi atas terdakwa mantan anggota DPRD DKI, Mohamad Sanusi. Prasetio mengatakan, dia memang mengajak Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik, Ketua Fraksi Hanura Mohamad Sangaji, dan anggota Fraksi PKS, Selamat Nurdin.
Kemudian, Taufik mengajak adiknya yang juga merupakan anggota Balegda DPRD DKI, Mohamad Sanusi. Prasetio mengatakan, dia mengajak mereka secara spontan.
"Saya spontan saja. Dari rumah mau diskusi dengan Pak Aguan. Saya telepon Selamat Nurdin, Taufik, yuk saya kenalin ke bos gua. Akan tetapi waktu itu saya enggak pikiran akan kayak gini," ujar Prasetio.
Prasetio pernah menjadi karyawan Aguan. Karena itu, ia memanggil Aguan dengan kata "bos".
Prasetio mengatakan, pertemuan itu juga berlangsung singkat. Saat datang di rumah Aguan, Prasetio memperkenalkan Aguan kepada anggota DPRD DKI lainnya yang dia ajak. Kemudian, dia dan yang lain menikmati jamuan pempek yang disediakan Aguan.
Prasetio mengatakan, ketika itu rumah Aguan juga sedang ramai sehingga tidak banyak hal yang dibicarakan dengan Aguan. Prasetio juga memastikan tidak ada pembahasan mengenai raperda reklamasi.
"Jadi dengan Pak Aguan saya memang sering sharing. Saya jaga hubungan baik saja, Pak. Saya enggak mau mentang-mentang jadi ketua Dewan, enggak pernah kontak lagi. Saya banyak belajar bisnis sama beliau," ujar Prasetio. (Baca: Aguan: Prasetio Telepon Bilang Mau ke Rumah dengan Beberapa Anggota DPRD)
Sanusi didakwa menerima suap sebesar Rp 2 miliar secara bertahap dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja. Suap tersebut terkait pembahasan peraturan daerah tentang reklamasi di Pantai Utara Jakarta.
Selain itu, Sanusi juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang sebesar Rp 45 miliar atau tepatnya Rp 45.287.833.773. (Baca: Rekaman Ungkap Prasetio dan M Taufik Tunduk pada Permintaan Bos Agung Sedayu)