JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdatul Ulama (Lakpesdam NU), Rumadi Ahmad, memperkirakan ujian terberat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam mencalonkan diri kembali pada Pilkada DKI 2017 adalah serangan berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
"Pilkada Jakarta ini ujian terberat terkait dengan SARA ini. Kalau Jakarta ini bisa lolos (tanpa ada isu SARA), saya optimis ke depan Indonesia jadi lebih baik. Kalau Jakarta gagal, mungkin ada eskalasi lebih buruk," kata Rumadi dalam diskusi bertema "Pilkada Sehat dan Cerdas Tanpa SARA" di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (15/9/2016).
Rumadi tidak menutup kemungkinan isu SARA akan kembali dimainkan seperti pada pilkada tahun 2012 atau pemilu lain di Indonesia. Rumadi menilai Ahok "selamat" dalam Pilkada DKI 2012 karena waktu itu maju sebagai wagub.
"Di atas masih ada Jokowi untuk atasi itu. Tapi sekarang situasinya berbeda. Ahok jadi nomor satu, dengan dua persoalan baik dari sisi etnis dan agama. Sekarang ini eskalasi untuk menyerang tokoh dengan isu SARA, itu sudah dimulai jauh sebelum dia (Ahok) menjadi calon," kata Rusmadi.
Rusmadi meminta, jika memang masyarakat tidak memilih Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta, jangan didasarkan pada perbedaan agama. Yang bisa diterima adalah kritik atau penolakan terhadap kebijakannya yang dianggap merugikan.
"Persoalkan saja kebijakan yang dia buat. Jangan jadikan soal kecinaan dia. Karena kita tidak bisa pilih dilahirkan dari etnis mana. Sama saja kita persoalkan takdir Tuhan," kata Rumadi.
Hal yang sama diungkapkan Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz. Ia mencontohkan kemunculan Forum RT RW DKI Jakarta yang mengkampanyekan agar tidak memilih Ahok dengan sentimen SARA.
Masykur mengakui pengurus RT RW memiliki masalah soal penggunaan Qlue yang memberatkan sebagian mereka. Namun penolakan mereka menjadi bermasalah ketika diungkapkan dengan nada SARA.
"Penggusuran, reklamasi, itu bisa dikritisi atau ditolak. Pasti selalu ada yang bisa kita koreksi, tapi tidak dengan menyerang personal," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.