JAKARTA, KOMPAS.com — Terik matahari yang menyengat kulit tidak menyurutkan langkah buruh perempuan ikut turun ke jalan berunjuk rasa, Kamis (29/9/2016). Rela berpanas-panasan, sejumlah buruh perempuan bergabung dengan banyak buruh pria memperjuangkan tuntutan buruh hari ini.
Para buruh perempuan itu pun ikut berjalan kaki sambil membawa spanduk orasi. Hal ini seperti dilakukan Siti Saano (43), buruh wanita asal KBN, Jakarta Utara. Perempuan itu ikut menyuarakan sejumlah tuntutan buruh hari ini. Panas dan lelah tidak dihiraukan ibu tiga anak itu untuk menyampaikan aspirasi agar didengar pemerintah.
"Ya namanya perjuangan, enggak mandang waktu dan panas. Yang penting memperjuangkan hak kami," kata Siti, di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis siang.
Siti mengatakan, sudah tak terhitung lagi dirinya mengikuti demo. Ia menilai, dirinya beberapa kali merasakan perubahan setelah ikut berunjuk rasa.
"Tentu merasakan, misalnya soal kenaikan upah," ujar Siti.
Baginya, perempuan juga punya hak untuk menyampaikan pendapat, tidak hanya kaum pria. Hal ini dilakukan meski turun ke jalan berisiko dari sisi keselamatan jika terjadi kericuhan.
"Khawatir, sebagai manusia khawatir, tetapi setiap perjuangan tentu ada risiko," ujar Siti.
Tuntutan yang ia dan para buruh lainnya minta yakni agar Pemerintah Provinsi DKI menaikkan upah minimum dengan tambahan Rp 650.000, meminta pemerintah pusat mencabut PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, mencabut Undang-Undang Pengampunan Pajak dan lainnya.
"Tax amnesty kami sebagai buruh bayar pajak, tetapi pengusaha dikasih diskon," ujar Siti. (Baca: Buruh Juluki Ahok Bapak Upah Murah karena Jakarta Kalah dari Bekasi dan Karawang)
Senada dengan Siti, Nani (40), buruh wanita lainnya yang ikut unjuk rasa hari ini, tetap semangat mengikuti demo.
"Mau enggak mau kami harus turun karena kami enggak mau menitipkan nasib kami di orang," ujar Nani.
Sudah sering dirinya mengikuti unjuk rasa.
Buruh pabrik metal asal Bekasi itu mengatakan tetap mendapat restu dari keluarga untuk ikut aksi tersebut. Unjuk rasa menurutnya bisa mengubah kebijakan.
"Pengalaman tahun 2012 unjuk rasa, akhirnya ada kenaikan upah," ujar Nani.
Sementara itu, Putri, seorang buruh muda lainnya, juga tak khawatir harus merasakan cuaca panas yang menyengat ketika berunjuk rasa. Ia pun mengaku sudah cukup sering melakukan unjuk rasa.
"Enggak takut panas-panasan, udah biasa," ujarnya. (Baca: Alasan Buruh Minta Pemerintah Cabut UU "Tax Amnesty")