Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penertiban Bukit Duri Dianggap Tidak Manusiawi

Kompas.com - 29/09/2016, 16:48 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com —
 Perwakilan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Gema Demokrasi menyatakan sikap terkait penggusuran permukiman di Bukit Duri, Jakarta Selatan, Rabu (28/9/2016).

Langkah Pemprov DKI Jakarta menertibkan rumah warga di bantaran Sungai Ciliwung disebut tidak manusiawi dan tidak menghargai proses hukum yang sedang berjalan.

Koordinator Gema Demokrasi, Dhyta Caturani, menyesalkan sikap pemerintah yang enggan menunggu keputusan pengadilan mengenai gugatan warga terkait rencana penggusuran tersebut sampai berkekuatan hukum tetap.

Sebagian warga Bukit Duri yang menolak relokasi tengah mengajukan gugatan class action normalisasi Sungai Ciliwung ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan gugatan terhadap SP 1 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Negara kembali absen melindungi warga negaranya. Dalam penggusuran paksa dengan kekerasan dan intimidasi kepada warga Bukit Duri, terbukti Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan sengaja hak-hak warga yang dilindungi oleh hukum ternyata diacuhkan dengan mengambil sikap sebaliknya," kata Dhyta di Bukit Duri, Kamis (29/9/2016).

Menurut Dhyta, berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, dan komentar umum PBB Nomor 7 tentang Penggusuran Paksa, musyawarah yang tulus merupakan salah satu unsur yang wajib dipenuhi pemerintah sebelum melakukan penggusuran.

Dengan tidak dipenuhinya syarat-syarat tersebut, penggusuran yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta ia sebut termasuk melawan hukum. Lebih lanjut, berdasarkan Resolusi Komisi HAM PBB 2004/28 tentang Pelarangan Penggusuran Paksa, tindakan Pemprov DKI disebut sebagai salah satu pelanggaran berat HAM karena warga yang kehilangan tempat tinggalnya seketika akan kehilangan hak-hak lain, seperti hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, kehilangan mata pencarian, dan sebagainya.

Sementara itu, Iwan Nurdin dari Konsorsium Pembaruan Agraria, menekankan pentingnya ganti rugi atas tanah yang dikuasai rakyat. Iwan menyatakan klaim bahwa bantaran Sungai Ciliwung adalah tanah negara tidak terbukti sebab Pemerintah Provinsi DKI tidak bisa membuktikan sertifikat hak milik tanah tersebut.

Alternatif yang diberikan pemerintah dengan memindahkan warga korban penggusuran juga disebut tidak sesuai dalam konsep pembangunan sebab warga tetap harus membayar.

"Yang ketiga seharusnya pemerintah membuka diri untuk membuat konsep urban life reform, yaitu mengusahakan, memprioritaskan yang disebut dengan tanah, ruang publik, kemudian rumah dan tempat usaha itu kepada msyarakat. Konsepnya harus bersama dengan masyarakat," ucap Irwan.

Kompas TV Warga Bukit Duru Bertahan Meski Rumahnya Digusur
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Megapolitan
Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Megapolitan
Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Megapolitan
Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Megapolitan
Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Diduga akibat Kebocoran Selang Tabung Elpiji

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Diduga akibat Kebocoran Selang Tabung Elpiji

Megapolitan
Polisi Temukan Orangtua Mayat Bayi yang Terbungkus Plastik di Tanah Abang

Polisi Temukan Orangtua Mayat Bayi yang Terbungkus Plastik di Tanah Abang

Megapolitan
PJLP Temukan Mayat Bayi Terbungkus Plastik Saat Bersihkan Sampah di KBB Tanah Abang

PJLP Temukan Mayat Bayi Terbungkus Plastik Saat Bersihkan Sampah di KBB Tanah Abang

Megapolitan
Terdengar Ledakan Saat Agen Gas dan Air di Cinere Kebakaran

Terdengar Ledakan Saat Agen Gas dan Air di Cinere Kebakaran

Megapolitan
Perbaikan Pintu Bendung Katulampa yang Jebol Diperkirakan Selesai Satu Pekan

Perbaikan Pintu Bendung Katulampa yang Jebol Diperkirakan Selesai Satu Pekan

Megapolitan
Dituduh Punya Senjata Api Ilegal, Warga Sumut Melapor ke Komnas HAM

Dituduh Punya Senjata Api Ilegal, Warga Sumut Melapor ke Komnas HAM

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Gratiskan Biaya Ubah Domisili Kendaraan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Pemprov DKI Bakal Gratiskan Biaya Ubah Domisili Kendaraan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Megapolitan
Amarah Pembunuh Wanita di Pulau Pari, Cekik Korban hingga Tewas karena Kesal Diminta Biaya Tambahan 'Open BO'

Amarah Pembunuh Wanita di Pulau Pari, Cekik Korban hingga Tewas karena Kesal Diminta Biaya Tambahan "Open BO"

Megapolitan
Akses Jalan Jembatan Bendung Katulampa Akan Ditutup Selama Perbaikan

Akses Jalan Jembatan Bendung Katulampa Akan Ditutup Selama Perbaikan

Megapolitan
Tidak Kunjung Laku, Rubicon Mario Dandy Bakal Dilelang Ulang dengan Harga Lebih Murah

Tidak Kunjung Laku, Rubicon Mario Dandy Bakal Dilelang Ulang dengan Harga Lebih Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Gunakan Wisma Atlet buat Tampung Warga Eks Kampung Bayam

Pemprov DKI Disarankan Gunakan Wisma Atlet buat Tampung Warga Eks Kampung Bayam

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com