Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Harapannya Ada Normalisasi di Gang Arus biar kayak Kampung Pulo, Jadi Enggak Banjir"

Kompas.com - 14/11/2016, 14:02 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wilayah RT 11 RW 02 Gang Arus, Cawang, Jakarta Timur, yang berada di bantaran Sungai Ciliwung menjadi kawasan langganan banjir.

Sepekan belakangan, banjir kerap terjadi di wilayah itu karena meningkatnya debit air dari Ciliwung.

Pada Senin (7/11/2016), banjir setinggi 1,5 meter menenggelamkan jalan setapak di permukiman tersebut.

(Baca juga: Warga Khawatir Terdampak Normalisasi Krukut, Sandiaga Janjikan Ganti Untung)

Oleh karena itu, warga menginginkan adanya normalisasi sungai di kawasan tersebut.

"Kalau jadi enggak banjir maulah. Kalau dibenahi (dinormalisasi) kayak seberang bagus. Kita bukannya melarang ya, namanya di Ibu Kota ya memang harus pinggiran kalinya dibenahi," kata Ahmad, warga RT 11 RW 02 Gang Arus, kepada Kompas.com, Senin (14/11/2016).

Adapun proyek nomalisasi Sungai Ciliwung sudah dilakukan di seberang Gang Arus, tepatnya di wilayah Pengadegan, Jakarta Selatan.

Warga Gang Arus belum tahu kapan giliran wilayahnya terkena normalisasi Sungai Ciliwung. Menurut Ahmad, pemerintah baru sebatas melakukan pengukuran lahan.

Wilayah yang akan terkena normalisasi adalah jarak 25 meter dari tengah sungai ke daratan.

"Kalau saya enggak kena, tetapi di sini juga kebetulan di pinggiran itu rumah masih jarang, masih pohon bambu dan kebun," ujar Ahmad.

Harapan yang sama juga disampaikan Amin Bunyamin (67), warga RT 11 RW 02 Gang Arus.

"Harapannya begitu (dinormalisasi), biar kayak sebelah atau kayak Kampung Pulo, jadi enggak banjir dan ada pompa airnya," ujar Amin.

(Baca juga: Normalisasi Kali Krukut Dimulai dari Penertiban Bangunan)

Selain belum ada kepastian mengenai kapan normalisasi dilakukan, sosialisasi kompensasi bagi warga bantaran bila terkena dampak normalisasi juga belum dilakukan.

Menurut Amin, warga di bantaran ingin ada ganti rugi, bukan sekadar memindahkan warga ke rusun.

"Katanya ada ganti, enggak main geruduk saja, yang penting ada surat, tetapi ganti rugi belum jelas, kalau di sini warga punya surat semua, bukan numpang (ngontrak). Mayoritas suratnya girik," ujar dia.

Amin tinggal di Gang Arus sejak 1986. Menurut pria itu, banjir baru terjadi pada 1996 atau saat Sungai Ciliwung di situ mengalami pendangkalan.

Ia menyebut pendangkalan salah satunya terjadi karena banyaknya sampah plastik yang sulit terurai.

"Jadi menurut saya enggak cuma normalisasi, harus dikeruk sungainya juga biar lebih dalam. Sebab, dulu itu pertama saya datang Ciliwung di sini masih dalam. Sekarang sudah dangkal," ujar Amin.

Kompas TV Normalisasi Kali Krukut Solusi Banjir Kemang? (Bag 2)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com