Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diplomasi Jepang dalam Restoran Tua

Kompas.com - 06/02/2017, 17:26 WIB

Oleh: Dian Dewi Purnamasari &Windoro Adi

Hamparan batu refleksi yang basah oleh air hujan menyambut kami saat menjejakkan kaki di Restoran Kukigawa, Jalan Cikini IV, Jakarta Pusat, Kamis (2/2). Sebuah restoran mungil berdiri diimpit gedung-gedung tinggi di sebelahnya. Untuk masuk ke restoran, kita melewati jembatan kecil.

Sejak tahun 1968, restoran itu masih mempertahankan desain tradisional Jepang. Hal itu terlihat mencolok pada desain atap yang pendek di dalam restoran. Restoran juga disekat oleh bilik-bilik tripleks berwarna putih. Sejak masuk ke dalam restoran, kita dimanjakan dengan hiasan kipas jepang (ukiyo-e), kaligrafi, dan gambar yang dicetak (koushi), bambu, payung, lukisan, ataupun boneka-boneka jepang. Meja coklat dari kayu, kursi berbahan rotan, serta lantai batu kali membuat restoran ini seimbang dengan unsur-unsur alam, yaitu batu dan kayu. Membuat mereka yang tinggal di dalamnya terasa betah dan nyaman.

Ingatan tentang rumah tradisional Jepang pun terus melekat di mata Suzuki Akira (70) dan anaknya, Namiko Suzuki (40). Siang itu, ayah-anak itu memilih duduk di sudut tepi jendela yang ditutup tirai bambu atau sudare. Matahari selepas mendung berpendar hangat melalui celah-celah sudare. Keduanya duduk berhadapan dan sesekali mengobrol akrab dalam bahasa Jepang.

Suzuki adalah seorang peneliti orangutan di Kalimantan Timur sejak 1983. Sesekali, ia akan pulang ke Jakarta untuk menemui Namiko. Nah, saat di Jakarta itu, mereka menyempatkan diri makan di Kukigawa. Suasana tradisional Jepang yang kental terasa di restoran itu sangat dikangeni Suzuki dan Namiko. Mereka suka baik desain interior maupun eksterior ruangannya. Di restoran ini, lantainya terbuat dari ubin dan juga potongan batu kasar.

Suasana tenang dengan musik instrumen khas Jepang pun tak henti mengalun mengiringi jam makan siang. Meski sudah muncul berbagai restoran Jepang di Jakarta, mereka tetap setia datang ke Kukigawa.

"Suasana mirip rumah tradisional di Jepang dan menunya yang simple membuat kami selalu kangen tempat ini," tutur Namiko berseri-seri.

Kompas/Raditya Helabumi Susana Jalan Cikini IV, Jakarta, Kamis (2/2). Di jalan tersebut terdapat Restoran Kikugawa, salah satu restoran pertama yang menyajikan makanan khas Jepang di Jakarta.
Pensiunan tentara

Sebagai diaspora Jepang di Indonesia, Suzuki mengaku kenal dengan pendiri restoran itu, yakni Kikuchi Terutake. Menurut Suzuki, selain membuka restoran di Cikini, Kikuchi dan istrinya, Amelia, yang orang Indonesia, juga membuka restoran di Jepang. Restoran itu bernama Bengawan Solo dan menyajikan menu khas Indonesia.

Hal senada juga diungkapkan situs halojepang.com. Situs tersebut menyebutkan, Kikuchi Terutake adalah warga Jepang yang tinggal di Indonesia sejak Perang Dunia Kedua. Ia meninggal dunia di usia 93 tahun pada 2011 di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Kikuchi pertama kali datang ke Jakarta pada masa Perang Dunia Kedua tahun 1942 saat tentara Kekaisaran Jepang melakukan invasi ke Pulau Jawa. Seusai Perang Dunia Kedua, serdadu Jepang yang bertempur di berbagai belahan dunia ditarik kembali.

Berdasarkan catatan sejarah, sebagian serdadu memutuskan harakiri untuk menjaga kehormatan. Sebagian lagi ada yang menetap dan berbalik memihak pribumi. Serdadu yang menetap itu disebut zanryu nipponhei, jika diindonesiakan adalah serdadu yang tidak pulang. Entah Kikuchi bisa disebut sebagai zanryu nipponhei atau tidak.

Yang jelas, selama hidup di Indonesia, Kikuchi menikah dengan wanita asal Manado, Sulawesi Utara. Pada 21 April 1969, Kikuchi membuka restoran Jepang pertama, yaitu Kikugawa di Cikini.

Namiko mengatakan, dalam bahasa Jepang, Kiku berarti nama pemilik restoran dan gawa berarti sungai. Tambahan kata sungai dalam restoran itu diduga kuat karena kecintaan sang pemilik pada lagu gubahan Gesang, "Bengawan Solo".

Pada saat restoran didirikan, situasi politik Jepang-Indonesia mulai stabil pasca kemerdekaan. Saat itu, warga Jepang yang tinggal di Jakarta hanya sekitar 700 orang. Restoran Jepang belum marak, yang ada hanya restoran Tiongkok atau Eropa. Alhasil, Kikugawa menjadi tempat favorit bagi anggota staf Kedutaan Besar Jepang, pegawai, jurnalis, hingga pelajar dan mahasiswa Jepang.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tidak Kunjung Laku, Rubicon Mario Dandy Bakal Dilelang Ulang dengan Harga Lebih Murah

Tidak Kunjung Laku, Rubicon Mario Dandy Bakal Dilelang Ulang dengan Harga Lebih Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Gunakan Wisma Atlet Buat Tampung Warga Eks Kampung Bayam

Pemprov DKI Disarankan Gunakan Wisma Atlet Buat Tampung Warga Eks Kampung Bayam

Megapolitan
Terlibat Tawuran, Dua Pelajar Dibacok di Jalan Raya Ancol Baru

Terlibat Tawuran, Dua Pelajar Dibacok di Jalan Raya Ancol Baru

Megapolitan
Potret Kemiskinan di Dekat Istana, Warga Tanah Tinggi Tidur Bergantian karena Sempitnya Hunian

Potret Kemiskinan di Dekat Istana, Warga Tanah Tinggi Tidur Bergantian karena Sempitnya Hunian

Megapolitan
Dinas SDA DKI Targetkan Waduk Rawa Malang di Cilincing Mulai Berfungsi Juli 2024

Dinas SDA DKI Targetkan Waduk Rawa Malang di Cilincing Mulai Berfungsi Juli 2024

Megapolitan
Pemprov DKI Teken 7 Kerja Sama Terkait Proyek MRT, Nilai Kontraknya Rp 11 Miliar

Pemprov DKI Teken 7 Kerja Sama Terkait Proyek MRT, Nilai Kontraknya Rp 11 Miliar

Megapolitan
Penampilan TikToker Galihloss Usai Jadi Tersangka, Berkepala Plontos dan Hanya Menunduk Minta Maaf

Penampilan TikToker Galihloss Usai Jadi Tersangka, Berkepala Plontos dan Hanya Menunduk Minta Maaf

Megapolitan
4 Pebisnis Judi 'Online' Bikin Aplikasi Sendiri lalu Raup Keuntungan hingga Rp 30 Miliar

4 Pebisnis Judi "Online" Bikin Aplikasi Sendiri lalu Raup Keuntungan hingga Rp 30 Miliar

Megapolitan
Remaja yang Tewas di Hotel Senopati Diduga Dicekoki Ekstasi dan Sabu Cair

Remaja yang Tewas di Hotel Senopati Diduga Dicekoki Ekstasi dan Sabu Cair

Megapolitan
Pintu Air Bendung Katulampa Jebol, Perbaikan Permanen Digarap Senin Depan

Pintu Air Bendung Katulampa Jebol, Perbaikan Permanen Digarap Senin Depan

Megapolitan
Masih Banyak Pengangguran di Tanah Tinggi, Kawasan Kumuh Dekat Istana Negara

Masih Banyak Pengangguran di Tanah Tinggi, Kawasan Kumuh Dekat Istana Negara

Megapolitan
Dinas SDA DKI: Normalisasi Ciliwung di Rawajati Bisa Dikerjakan Bulan Depan

Dinas SDA DKI: Normalisasi Ciliwung di Rawajati Bisa Dikerjakan Bulan Depan

Megapolitan
Warga Miskin Ekstrem di Tanah Tinggi Masih Belum Merasakan Bantuan, Pemerintah Diduga Tidak Tepat Sasaran

Warga Miskin Ekstrem di Tanah Tinggi Masih Belum Merasakan Bantuan, Pemerintah Diduga Tidak Tepat Sasaran

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Tak Laku Dilelang

Mobil Rubicon Mario Dandy Tak Laku Dilelang

Megapolitan
Khawatir Tak Lagi Dikenal, Mochtar Mohamad Bakal Pasang 1.000 Baliho untuk Pilkada Bekasi

Khawatir Tak Lagi Dikenal, Mochtar Mohamad Bakal Pasang 1.000 Baliho untuk Pilkada Bekasi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com