Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mewaspadai Politik Uang pada Pilkada DKI 2017

Kompas.com - 14/02/2017, 10:55 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti, mengatakan, bentuk dan jenis politik uang dalam pilkada kian berkembang. Pelaku terus mengubah agar lolos dari jeratan pidana.

Karena itu, pemangku kepentingan seperti Bawaslu, kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan, perlu peka dengam ragam bentuk politik uang. Kepekaan kuat perlu dimiliki Bawaslu sebagai garda terdepan untuk mengusut politik uang.

"Kalau kemampuan Bawaslu tidak ada, bisa saja praktik-praktik itu tidak bisa dinyatakan, definisikan politik uang," kata Ray di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Senin (13/2/2017),

Dia mencontohkan politik uang dengan modus pengobatan massal. Modus itu menggunakan kata-kata yang menunjukkan pada kandidat tertentu, tetapi menafikan kandidat lain.

Sementara itu, Koordinator Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampow, mengatakan,  setidaknya ada lima kesulitan yang kerap kali ditemukan dalam membuktikan politik uang.

Kesulitan pertama adalah pelaku politik uang bukan berasal dari tim pemenangan resmi pasangan calon. Bila tertangkap atau terungkap, pelaku bisa berkilah bukan dari tim sukses. Situasi ini tentu tak akan berdampak pada legalitas kandidat.

Kesulitan kedua adalah rendahnya partisipasi masyarakat untuk melaporkan politik uang. Selama ini Bawaslu kerap mengeluhkan soal rendahnya laporan dari masyarakat. Apalagi bila Bawaslu tak menemukan secara langsung.

Kesulitan ketiga terjadi silang pendapat instansi di sentra penegakkan hukum terpadu (gakkumdu). Instansi terkait dalam gakumdu terdiri dari Bawaslu, kepolisian, kejaksaan. Silang pendapat itu berujung pada kadaluarsanya kasus karena sudah lewat 14 hari tenggat masa penyelesaian.

Kesulitan keempat adalah pembuktian yang sulit karena jarang ada orang mau jadi saksi politik uang. Masyarakat hanya datang memberikan laporkan ke panwaslu. Namun saat diminta menjadi saksi, pelapor tak mau. Salah satu alasan adalah karena beresiko dan takut.

Kesulitan kelima adalah definisi politik uang itu sendiri. Pengadilan kerap kali mendefinisikan politik uang dengan kata lain, yaitu biaya politik. Dengan demikian, pelaku bisa lolos dari jerat hukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com