JAKARTA, KOMPAS.com - Siti (63), seorang warga RW 12 Kelurahan Manggarai, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, meminta program pemerintah dilakukan dengan manusiawi.
Siti kini harus menghadapi rencana penggusuran yang dilakukan untuk proyek kereta api menuju Bandara Soekarno-Hatta.
"Tolak penggusurannya itu tidak, cuma manusiawilah. Saya kan tiap tahun bayar pajak. Kalau enggak bayar, didenda sama pemerintah," ujar Siti kepada Kompas.com, Minggu (9/4/2017).
Siti mengatakan, keluarganya sudah turun temurun tinggal di RW 12 Kelurahan Manggarai. Ayahnya tinggal di RW 12 Manggarai sejak 1950.
Kini, rumahnya menjadi satu dari sebelas rumah yang diminta PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk dikosongkan dan dibongkar paling lambat hari ini.
Jika PT KAI tetap menggusur rumahnya, Siti berharap pemerintah bisa memberinya rumah yang baru. "Masak kami disuruh angkat kaki begitu saja," kata dia.
(Baca juga: Tolak Penggusuran oleh PT KAI, Warga RW 12 Manggarai Dirikan Posko)
Warga lainnya, Setiawati Kusaisih (47), mengatakan hal serupa. Setiawati berharap, pemerintah menyiapkan rumah relokasi bagi dia dan warga lainnya yang terdampak penggusuran.
Namun, Setiawati lebih berharap pemerintah tidak menggusur rumah mereka.
"Andai kata digusur, ada rumah lagilah yang sesuai. Kalau perlu enggak usah dibongkar. Jauh kok tadinya, 200 meter dari stasiun, sekarang stasiunnya saja dimaju-majuin," ujar Setiawati dalam kesempatan yang sama.
Setiawati mengatakan, warga merasa tidak diperlakukan dengan adil apabila rumah mereka digusur begitu saja.
Terlebih, menurut warga, uang ganti rugi yang diterima hanya Rp 250.000 untuk rumah permanen dan Rp 200.000 untuk rumah non-permanen.
"Masa rumah kami ditertibkan bagaikan rumah liar. Masa kayak kandang ayam. Kandang ayam saja mahal sekarang," kata Setiawati.
Warga lebih berharap lagi pemerintah bisa membuatkan mereka sertifikat lahan dan rumah. Sebab, mereka sudah tinggal di sana sejak tahun 1950.
Sementara itu, sertifikat hak pakai yang dimiliki PT KAI baru diterbitkan pada 1988. "Kami lebih berhak karena kami kan lebih dulu. Dibikinkan sertifikat, kan kami dari tahun 1950," ucap Siti.
Selain itu, warga meyakini bahwa rumah yang akan digusur bukan milik PT KAI. Sebab, sejak dahulu sudah ada pagar pembatas antara Stasiun Manggarai dan permukiman warga.