JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Fraksi Partai Hanura DPRD DKI Jakarta Syarifudin mengatakan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat tidak mengetahui tujuan mereka mengajukan usulan asisten pribadi untuk tiap anggota Dewan.
Akibat ketidaktahuan Djarot, kata Syarifudin, Djarot langsung tidak sepakat dengan usulan anggota Dewan.
"Pak Djarot menolak karena dia enggak ngerti maksud dan tujuannya ini apa. Bukan saya atau anggota Dewan yang lain mau gagah-gagahan. Tapi supaya penyerapan aspirasi bukan hanya saat reses," ujar Syarifudin di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Senin (24/7/2017).
Syarifudin mengatakan asisten pribadi bukan untuk mengawal anggota Dewan di setiap aktivitas mereka. Melainkan untuk ditempatkan di dapil masing-masing untuk menampung aspirasi masyatakat.
Syarifudin mengatakan beberapa kali pernah ada warga yang mengadu ditolak masuk rumah sakit di dapilnya di Jakarta Utara. Kata Syarifudin, pihak rumah sakit mengatakan tidak ada kamar kepada warga. Jika ada asisten pribadi, warga bisa langsung diurus.
"Kita punya asisten yang datang ke sana yang urus semua agar ditangani dulu, diambil tindakan preventif," ujar Syarifudin.
Dalam Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administrasi Pimpinan dan Anggota DPRD, jumlah tenaga ahli dikurangi menjadi tiga orang setiap fraksi. Syarifudin mengatakan hal ini juga yang mendasari Fraksi Hanura mengajukan asisten pribadi sebagai alternatif.
"Dengan pengurangan tenaga ahli, kita kan harus cari alternatif lainnya. Caranya harus ada orang-orang kita di lapangan. Ini jangan salah paham dulu," ujar Syarifudin.
Baca: Djarot: Asisten Pribadi untuk Setiap Anggota DPRD DKI, Fungsinya Apa?
Sebelumnya, Djarot tidak menyetujui usulan pengadaan asisten pribadi atau tenaga ahli untuk tiap-tiap anggota DPRD DKI Jakarta.
Menurutnya, anggota Dewan tidak harus didampingi oleh satu orang staf ahli, tenaga ahli, ataupun asisten pribadi.
"Staf ahli itu tidak harus masing-masing anggota Dewan punya," ujar Djarot.
Jika masing-masing anggota Dewan punya tenaga ahli, artinya butuh 106 tenaga ahli. Menurut Djarot, jumlah tersebut terlalu banyak.
Djarot mengatakan tenaga ahli seharusnya ada di setiap fraksi saja. Selain itu, tenaga ahli juga harus dipilih berdasarkan kompetensi mereka di bidang-bidang tertentu. Djarot ini tenaga ahli bisa memberikan masukan dan kajian terhadap permasalahan di Jakarta.
"Jangan sekedar menjadi tempelan (anggota Dewan). Tapi apa kontribusinya? Apa keahliannya?" ujar Djarot.
Baca: Perlukah Asisten Pribadi bagi Setiap Anggota DPRD DKI?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.