Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan Penggelapan Lahan yang Menyeret Sandiaga dan Rekan Bisnisnya

Kompas.com - 26/10/2017, 11:24 WIB
Akhdi Martin Pratama

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno tersangkut kasus dugaan penggelapan uang penjualan tanah di Jalan Curug Raya, Tangerang, pada 2012. Dia bersama rekan bisnisnya, Andreas Tjahjadi, dilaporkan Fransiska Kumalawati yang mendapat kuasa dari Edward Soeryadjaya dan Djoni Hidayat ke Polda Metro Jaya pada 8 Maret 2017. 

Saat dilaporkan ke polisi, Sandiaga tengah mengikuti kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017. Atas dasar itu, Sandiaga menilai kasus itu bermuatan politis.

Polisi bergeming. Penyidik terus melanjutkan penyelidikan kasus itu dan akhirnya memanggil Sandiaga untuk dimintai keterangan pada 31 Maret 2017. Seusai diperiksa polisi, Sandiaga yakin dirinya tak terlibat dalam kasus tersebut. 

"Sangat hakul-yakin, 100 persen yakin tak terlibat," kata Sandiaga, di Mapolda Metro Jaya, pada 31 Maret 2017.

Anggota tim hukum Sandiaga, Arifin Djauhari, menjelaskan kasus itu bermula tahun 2001. Saat itu Edward Soeryadjaya melalui beberapa orang melepaskan 1.000 lembar sahamnya atas PT Japirex yang berkedudukan di Curug, Tangerang.

Baca juga : Tim Advokasi: Sandi Clear, Tak Terlibat Kasus Penggelapan

Sandiaga saat itu membeli 1.000 lembar saham perusahaan itu. Dengan  pembelian itu dia menjadi pemegang saham 40 persen atas perseroan. Dalam kedudukannya sebagai pemegang saham, Sandiaga masuk ke dalam kepengurusan perseroan sebagai komisaris.

Posisi komisaris di PT Japirex tidak hanya diisi Sandiaga. Di situ ada juga Effendi Pasaribu. Direktur utama perusahaan itu adalah Andreas Tjahyadi dan posisi direktur diisi dua orang, yakni Djoni Hidayat dan Triseptika Maryulyn.

Pada perkembangan, tanggal 11 Februari 2009, Sandiaga selaku pemegang saham 40 persen dan Andreas yang memegang saham 60 persen, memutuskan untuk membubarkan PT Japirex. Berdasarkan aturan umum yang berlaku untuk korporasi, ketika perusahaan dibubarkan, dibentuk tim likuidasi.

Tugas tim likuidator mengurus segala hak dan kewajiban perseroan, termasuk jika ada aset yang harus dijual dan berapa hutang yang harus dibayar. Setelah semua hak dan kewajiban terlaksana, baru dilakukan pembagian berdasarkan proporsi saham yang dimiliki pemegang saham.

Terkait penjualan tanah, Sandi disebut tidak tersangkut. Posisi Sandi hanya sebagai pemegang saham, di mana setiap kegiatan tim likuidator harus dilaporkan kepada para pemegang saham. Namun, dari 2009 sampai sekarang, belum ada laporan terhadap pemegang saham tentang berakhirnya proses likuidasi itu.

"Pertanyaan hukumnya, posisi Bang Sandi di mana dalam kasus ini? Apakah dari akhir likuidasi ini akan ditemukan aktiva atau pasiva, kami belum tahu. Sandiaga sebagai pemegang saham juga belum tahu, karena tim likuidasi belum melapor kepada pemegang saham. Sampai detik ini, kami belum tahu, apakah masih punya kewajiban atau tidak sebagai pemegang saham," kata Arifin.

Usai meminta keterangan Sandiaga, polisi terus menggulirkan penyelidikan kasus tersebut. Hingga akhirnya, Andreas Tjahjadi ditetapkan sebagai tersangka belum lama ini.

Baca juga : Rekan Bisnis Jadi Tersangka, Bagaimana Nasib Sandiaga?

Saat ini polisi juga masih mengembangkan kasus itu. Penyidik terus mengumpulkan bukti-bukti untuk mencari pihak lainnya yang mungkin terlibat.

Sejauh ini, polisi belum menemukan indikasi keterlibatan Sandiaga. Status Sandiaga sebatas saksi terlapor.

Polisi kini membutuhkan keterangan Andreas untuk mengembangkan kasus itu. Namun, usai ditetapkan tersangka Andreas belum bisa dimintai keterangan.

"Nanti kalau Pak Andreas sudah datang, apa yang menjadi keterangan Pak Andreas jadi acuan kami proses penyidikan ke depan," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Nico Afinta, Rabu pekan lalu.

Seharusnya, Andreas diperiksa polisi Rabu kemarin. Dia tak memenuhi panggilan pemeriksaan itu karena sakit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Megapolitan
Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com