JAKARTA, KOMPAS.com - Kasi SIM Ditlantas Polda Metro Jaya Kompol Fahri Siregar mengungkap alasan pihaknya akan menerapkan tes psikologi dalam penerbitan SIM.
Ia mengatakan, dengan diberlakukannya persyaratan ini, diharapkan dapat mencegah kejadian kecelakaan lalu lintas yang disebabkan faktor psikologis dari pengemudi.
"Misalkan saja kasus yang pernah terjadi pada tahun 2015 yang lalu di Jalan Sultan Iskandar Muda di mana tersangka pengemudi berinisial CDS menabrak beberapa pengemudi sepeda motor dan mobil dan menyebabkan beberapa korban meninggal dunia dan luka-luka," kata dia.
Baca juga: Ingat! Tes Psikologi untuk Pembuat SIM Mulai Berlaku 25 Juni 2018
Hasil pemeriksaan, lanjut Fahri, tersangka mengaku telah mengkonsumsi salah satu jenis narkotika yang dapat menyebabkan halusinogen.
"Dari pemeriksaan psikologinya diketahui bahwa psikologinya mengalami gangguan karena terjadinya penurunan kontrol emosi, adanya halusinasi, rasa panik dan takut, yang diakibatkan karena mengkonsumsi narkotika," tutur dia.
Ia mengatakan, dengan adanya tes psikologi ini, diharapkan juga akan menghadirkan rasa aman bagi pengendara lain.
"Jadi, kami ingin yakinkan ke masyarakat bahwa pengemudi yang menerima SIM bukan pengemudi yang dapat menimbulkan resiko dan membahayakan orang lain, karena jasmani sehat dan rohani juga sehat," kata dia.
Baca juga: Tes Psikologi Akan Jadi Syarat Permohonan SIM
Jika sebelumnya tes psikologi hanya diterapkan untuk pengendara kendaraan umum, Fahri mengatakan, nantinya tes psikologi ini akan dijadikan syarat permohonan SIM semua golongan.
Simulasi penerapan syarat baru ini akan dilakukan pada 21 hingga 23 Juni 2018 dan akan diterapkan di seluruh wilayah hukum Polda Metro Jaya pada 25 Juni 2018.