JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta Mohamad Taufik mengatakan, Komisi Pemilihan Umum harus mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA).
Menurut dia, KPU DKI tidak boleh mangkir dari putusan seperti yang dilakukan terhadap putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"KPU harus ikuti putusan MA. Kalau tidak saya mesti ngadu ke siapa lagi? Kalau putusan MA saja dia mau langgar," ujar Taufik kepada Kompas.com, Jumat (14/9/2018).
Baca juga: MA Putuskan Mantan Koruptor Boleh Nyaleg, Taufik Ucap Alhamdulillah
Oleh karena itu, Taufik mengatakan, namanya harus ada pada daftar calon tetap (DCT) yang diumumkan 20 September mendatang.
Dia menilai KPU sudah tidak punya lagi alasan untuk menghentikannya ikut Pemilihan Legislatif 2019.
"Harus ada dong nama saya, masa KPU mau melanggar lagi keputusan MA?" katanya.
Baca juga: Tak Terpengaruh MA, Nasdem Konsisten Tak Usung Caleg Eks Koruptor
Sebelumnya, nama Taufik sempat tidak dimasukan dalam daftar calon sementara (DCS) Pileg 2019 oleh KPU DKI.
Taufik dianggap tidak memenuhi syarat karena sebelumnya pernah menjadi narapidana kasus korupsi.
KPU DKI mengikuti Peraturan KPU yang melarang mantan koruptor ikut nyaleg. Taufik sudah menggugat KPU DKI ke beberapa instansi mulai dari Bawaslu, DKPP, hingga Polri.
Baca juga: KPU Akan Pelajari Putusan Uji Materi MA terhadap PKPU
Taufik juga melakukan gugatan ke MA atas PKPU itu.
MA memutus uji materi Pasal 4 Ayat (3) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/kota terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) pada Kamis (13/9/2018).
Pasal yang diuji materikan itu mengatur soal larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi, mantan bandar narkoba dan kejahatan seksual pada anak untuk maju menjadi calon legislatif.
Baca juga: MA Bolehkan Eks Koruptor Jadi Caleg, Ini Kata KPK
Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif bertentangan dengan UU Pemilu.
"Pertimbangan hakim bahwa PKPU itu bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017," ujar Juru Bicara MA Suhadi saat dihubungi Kompas.com, Jumat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.