JAKARTA, KOMPAS.com - Pemanfaatan kulit kerang sebagai ornamen perhiasan mungkin sudah terdengar biasa. Namun, pernahkah Anda mendengar limbah kulit kerang dijadikan pengganti tanah dan pasir?
Warga Kampung Kerang Ijo di Muara Angke, Jakarta Utara, merupakan orang-orang yang memanfaatkan limbah kerang hijau untuk menggantikan tanah dan pasir sebagai tempat berpijaknya tempat tinggal mereka.
Kampung Kerang Ijo secara administratif tercatat sebagai RT 006 RW 022 Kelurahan Pluit. Arti Astati, Ketua RT setempat, menyatakan kampung tersebut berdiri di atas tumpukan limbah kulit kerang.
Baca juga: Cantiknya Aksesori Kerang Khas Papua
"Jadi, dulu ini rawa-rawa. Karena ini banyak pengupas kerang jadi ditimbun. Daripada ditumpuk kayak gunung, mending buat tanah kami," kata Tati saat berbincang dengan Kompas.com, Jumat (30/11/2018).
Tati menuturkan, rumah-rumah yang berdiri di sana umumnya merupakan rumah panggung yang berdiri di atas air. Namun, lama-kelamaan timbunan kulit kerang seolah menciptakan daratan baru.
"Sengaja buat ditimbun. Awalnya kaki rumah saya setinggi saya. Sekarang tingginya sudah hampir sama dengan tanah," ujar Tati.
Tati menuturkan, mayoritas warganya memang menggantungkan hidupnya di sektor kerang hijau, baik sebagai nelayan, pengusaha, ataupun pengupas kulit kerang.
Baca juga: Polisi Tangkap Kapal Pencuri Kerang di Laut Riau, Satu ABK Tewas Ditembak
Ia menyebut, setidaknya ada 20 kelompok usaha yang bergerak di sektor usaha tersebut. Masing-masing kelompok usaha mempunyai 7-15 karyawan.
"Jumlah kerangnya itu tergantung rezeki sih, kalau lagi musim bisa saja sehari 70 kilogram per kelompok. Ton-tonan lah kerang, hanya di wilayah RT 006 ya," ujar dia.
Tak heran, kulit kerang berbagai ukuran terlihat di setiap sudut kampung berpopulasi sedikitnya 160 KK ini. Bunyi retakan kulit kerang yang pecah pun terdengar ketika kaki melangkah di atas kulit kerang yang berserakan.
Kulit-kulit kerang itu, kata Tati, dibiarkan berserakan hingga pecahannya berbentuk kecil-kecil supaya padat setta menggantikan fungsi tanah dan pasir di kampung itu.
Baca juga: Berselisih soal Panen Kerang, Nelayan Inggris dan Perancis Bentrok
Eneng, warga Kampung Kerang Ijo lainnya, menuturkan pecahan kulit kerang yang sudah berukuran kecil juga bisa digunakan dalam kondisi darurat.
"Kalau lagi banjir tuh sisa-sisa kulit kerangnya dimasukkin ke dalam karung terus bisa dipakai buat semacam jembatan atau jalan gitu biar enggak kebasahan," kata Eneng.
Ia menambahkan, kulit-kulit kerang yang berukuran besar dikumpulkan di tepian pantai dan dibentuk agar menyerupai tanggul supaya air pasang laut tidak memasuki permukiman warga.
Baik Eneng dan Tati mengaku tidak mempermasalahkan keberadaan limbah kulit kerang yang beberapa di antaranya tampak dikerubungi lalat.
Baca juga: Pesta Kerang Hijau, 10 Orang Keracunan, 1 Anak Tewas
Pengalaman belasan hingga puluhan tahun tinggal di kawasan tersebut agaknya membuat mereka kebal dari penyakit yang mungkin bisa disebabkan oleh limbah kulit kerang.
"Alhamdulillah selama saya di sini sudah lama, enggak ada penyakit yang mematikan walaupun banyak lalat dan nyamuk, selama saya di sini ya," kata Tati.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.