KOMPAS.com - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melakukan identifikasi terhadap polutan berbahaya yang diduga menyebabkan kanker, yakni Polutan Organik yang Persisten (POPs).
Salah satu dari POPs adalah polychlorinated biphenyls (PCBs). PCBs ini merupakan senyawa kimia yang sangat berbahaya bagi tubuh.
"PCBs banyak dipakai untuk cairan yang ada di travo listrik, peralatan listrik lain seperti kapasitor, cairan pelapis logam, dan lainnya," ujar Direktur Pusat Teknologi Lingkungan BPPT, Rudi Nugroho saat dihubungi Kompas.com pada Kamis (10/1/2019).
Menurut Rudi, karena PCBs memiliki sifat persistensi inilah yang membuatnya menjadi stabil dan susah terurai di alam.
"Bila masuk ke makhluk hidup akan mengalami akumulasi, menumpuk, dan menyebabkan gangguan kesehatan seperti, kanker, cacat, bahkan gangguan kecerdasan pada janin manusia," ujar Rudi.
Baca juga: Polutan Limbah Domestik Dominasi Pencemaran Sungai di Jakarta
Oleh karena itu, BPPT dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan bantuan UNIDO (Organisasi Pengembangan Industri PBB) melakukan uji PCBs untuk mengetahui wilayah mana saja yang terkontaminasi.
Untuk tahu wilayah mana saja yang terkontaminasi, bisa dilakukan hanya dengan uji menggunakan gas kromatografi yang juga hibah dari UNIDO dan kerja sama KLHK.
Sementara, BPPT pernah melakukan riset dan penelitian di beberapa sampel air di wilayah Jakarta-Bogor pada 2010.
Rudi mengungkapkan, sampel itu terdiri dari air sumur , Puncak Bogor (Water A), air sungai Ciliwung, Babakan, Ciawi, Bogor (Water B), air sungai Ciliwung, Jalan Otista (Water C), air sungai Pluit, Jakarta (Water D), dan air sungai Kosambi, Tangerang (Water E).
Kelima sampel tersebut diuji dan ditemukan kandungan PCBs yang sumbernya diduga berasal dari industri.
Hasilnya, pada sampel "Water D" diperoleh konsentrasi paling tinggi.
Untuk mengurangi dampak dan bahaya PCBs, pemerintah sebelumnya telah meratifikasi Konvensi Stockholm, dengan diterbitkannya UU No.19 Tahun 2009.
Adapun Konvensi Stockholm ini mengatur salah satu jenis POPs, yakni PCBs.
Kemudian, dengan ratifikasi tersebut maka pemerintah Indonesia berkewajiban melarang produksi, pembatasan penggunaan, pemusnahan bahan atau limbah yang mengandung POPs serta memulihkan lingkungan yang terkontaminasi oleh POPs.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.