Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jimly Asshidiqie: Orang Lagi Emosi, Caci Maki Tidak Usah Dituduh Makar

Kompas.com - 20/05/2019, 15:55 WIB
Vitorio Mantalean,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqie angkat bicara soal tensi sosial yang semakin tegang jelang pengumuman hasil Pemilu 2019 pada 22 Mei 2019 mendatang.

Ia menilai, ekspresi kekecewaan dan kemarahan perlu diberi ruang guna meredakan ketegangan. Penerapan pasal makar kepada pendukung salah satu pasangan calon presiden-wakil presiden yang sedang dirundung kekecewaan, menurutnya, sama sekali tidak perlu.

“Kita harus memanfaatkan momentum Ramadhan untuk meredakan ketegangan. Biarlah yang ingin mengeskpresikan kekecewaan berdemo. Enggak usah dilarang, enggak usah ditangkap, tapi dibimbing supaya lebih tenang,” ujar Jimly saat dihubungi Kompas.com, Senin (20/5/2019) siang.

Baca juga: Jimly Asshiddiqie hingga Fahira Idris, Ini 4 Perwakilan Jakarta di DPD

“Kalau ada kesalahan-kesalahan, misalnya dia marah, caci-maki, ya sudah. Walaupun itu enggak boleh, penghinaan dan caci-maki, ya enggak usah dituduh makar atau dipolisikan. Enggak usah ditindak, orang lagi emosi,” imbuhnya.

Menurut Jimly, aparat negara justru berpotensi manenambah ketegangan dengan mengedepankan pendekatan represif. Baginya, penggunaan hukum pidana buat menjerat pendukung paslon hanyalah dalih kekerasan negara terhadap warganya sendiri.

“Jangan dekati emosi massa dengan kekerasan dan penerapan hukum pidana, yang tidak lain adalah tindakan kekerasan negara terhadap warganya sendiri dengan bungkusan hukum,” ujar Jimly, tegas.

Baca juga: Jimly: Jika Tak Mau ke MK Tak Apa-apa, tetapi Wajib Redakan Ketegangan

Pria 63 tahun yang baru saja lolos ke Senayan sebagai senator dari DKI Jakarta ini berpendapat bila aksi unjuk rasa justru lebih efektif buat menetralisir keadaan.

Pasalnya, melalui unjuk rasa, luapan emosi kekecewaan dan kemarahan pendukung mampu menemukan pelampiasannya. Pembungkaman terhadap aspirasi semacam ini dikhawatirkan malah menyimpan bara dalam sekam.

“Kita harus meredakan emosi jelang Idul Fitri. Teman-teman harus mengerti, bahwa ada kalangan yang sedang emosi, bahwa mereka punya persepsi dicurangi, itu harusnya dibujuk dan diberi pengertian alih-alih menggunakan pendekatan represif," kata mantan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu.

"Orang marah itu harus menemukan kanal untuk menyalurkan kemarahan, asal dia menyalurkan secara damai, tidak mengganggu hak orang lain, tidak merusak gedung, membakar mobil, ya itu tidak apa-apa. Jangan diprovokasi,"lanjut Jimly.

Terakhir, Jimly berpesan agar kedua kubu pendukung paslon sama-sama menahan diri, termasuk bagi kubu yang merasa memenangi Pemilu 2019.

“Tokoh-tokoh masyarakat, pengamat, intelektual, timses yang sudah merasa menang, ngapain lagi bicara keras-keras? Saya juga mengimbau, jangan ada (karangan bunga) ucapan selamat di Istana. Memang itu tidak bisa dicegah, tapi tidak sehat jika dipasang di sana, karena sekarang belum ada pemenang pemilu secara definitif. Itu tontonan yang tidak etis. Kita kan harus berdemokrasi yang berkebudayaan juga,” tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pembunuh Wanita Dalam Koper Transfer Uang Hasil Curian ke Ibunya Sebesar Rp 7 Juta

Pembunuh Wanita Dalam Koper Transfer Uang Hasil Curian ke Ibunya Sebesar Rp 7 Juta

Megapolitan
Pemulung Meninggal di Dalam Gubuk, Saksi: Sudah Tidak Merespons Saat Ditawari Kopi

Pemulung Meninggal di Dalam Gubuk, Saksi: Sudah Tidak Merespons Saat Ditawari Kopi

Megapolitan
Pemulung yang Tewas di Gubuk Lenteng Agung Menderita Penyakit Gatal Menahun

Pemulung yang Tewas di Gubuk Lenteng Agung Menderita Penyakit Gatal Menahun

Megapolitan
Polisi Ungkap Percakapan soal Hubungan Terlarang Pelaku dan Perempuan Dalam Koper Sebelum Pembunuhan

Polisi Ungkap Percakapan soal Hubungan Terlarang Pelaku dan Perempuan Dalam Koper Sebelum Pembunuhan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Kembali ke Kantor Usai Buang Jasad Korban

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Kembali ke Kantor Usai Buang Jasad Korban

Megapolitan
Pemkot Depok Akan Bebaskan Lahan Terdampak Banjir di Cipayung

Pemkot Depok Akan Bebaskan Lahan Terdampak Banjir di Cipayung

Megapolitan
Polisi Buru Maling Kotak Amal Mushala Al-Hidayah di Sunter Jakarta Utara

Polisi Buru Maling Kotak Amal Mushala Al-Hidayah di Sunter Jakarta Utara

Megapolitan
Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan Meninggal Dunia

Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan Meninggal Dunia

Megapolitan
Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Megapolitan
'Update' Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

"Update" Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

Megapolitan
Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Megapolitan
Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Megapolitan
Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Megapolitan
Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Megapolitan
Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin 'Jogging Track'

Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin "Jogging Track"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com