KOMPAS.com - Garuda Indonesia, menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia karena menjadi satu-satunya maskapai pelat merah yang dinilai sukses memperkenalkan maskapai dengan pelayanan prima di dunia intnernasional.
Garuda Indonesia juga langganan penghargaan dari Skytrax, lembaga pelaksana riset bergengsi di dunia penerbangan.
Terakhir, Garuda Indonesia menyabet penghargaan sebagai kru awak kabin terbaik.
Namun, memasuki tahun 2019, gonjang-ganjing seperti tiada henti menimpa salah satu BUMN yang bergerak di jasa penerbangan ini.
Sebenarnya di tahun 2019, ada harapan Garuda Indonesia bisa membaik baik dari segi manajemen hingga keuangan yang tercatat defisit.
Di akhir tahun 2018, maskapai ini mencoba membuka lembaran baru dengan manajemen baru setelah pimpinan Garuda Indonesia saat itu, Emirsyah Satar, kedapatan melakukan praktik korupsi dan ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: KPK: Belum Selesai Kasus Emirsyah, Sudah Ada Lagi Perkara Harley di Garuda
Emirsyah Satar disebut melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan ditahan pada 7 Agustus 2018 lalu.
Setelah penahanan Emirsyah Satar, Menteri BUMN saat itu, Rini Soemarno menunjuk I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau yang baisa disebut Ari Askhara sebagai pilot utama PT Garuda Indonesia.
Keberadaan Ari memupuk harapan maskapai itu untuk memperbaiki diri.
Namun, alih-alih membereskan masalah-masalah di Garuda Indonesia, langkah pertama Ari Ashkara memalsukan laporan keuangan tahun 2018 justru membuka catatan buruk Garuda Indonesia yang terus berjalan di tahun 2019.
Berikut sederet kasus besar Garuda Indonesia di tahun 2019:
1. Laporan keuangan janggal
Kejanggalan laporan keuangan Garuda Indonesia mencuat ke publik setelah laporan keuangan tersebut mencatat Garuda Indonesia meraih laba bersih sebesar Rp 11 miliar.
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK, Fahri Hilmi menyebut telah ditemukan kesalahan penghitungan dari akuntan yang dipilih Garuda Indonesia karena tidak sesuai dengan standar akuntansi.
Bukannya untung, malah justru menjadi buntung.
Akibat kecurangan penghitungan tersebut, Garuda Indonesia harus membayar denda ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar Rp 100 juta sebagai sanksi administrasi.
Keuntungan itu diklaim didapat dari kontrak kerja sama penyediaan layanan konektivitas wifi dalam penerbangan dan hiburan pesawat dari PT Mahata Aero Teknologi.
Baca juga: Kemenkeu: Ada Dugaan Hasil Audit Laporan Keuangan Garuda Tak Sesuai Standar Akuntasi
Namun, keuntungan itu masih berbentuk piutang.
“Iya (jadi dianggap rugi) konsekuensinya,” ujar Fahri di Jakarta, Jumat (28/6/2019).
Atas dasar itu, Fahri meminta Garuda memperbaiki laporan keuangannya dalam waktu 14 hari. Setelah diperbaiki, laporan keuangan itu diminta diungkap ke publik.
2. Dugaan kartel tiket pesawat
Masalah laporan keuangan belum selesai, permasalahan lain datang terkait harga tiket pesawat.