JAKARTA, KOMPAS.com - Ide mendirikan sebuah monumen nasional di Jakarta tidak datang dari Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno.
Ide itu juga bukan datang seorang menteri atau pejabat teras di sekitar Soekarno.
Gagasan tersebut datang dari masyarakat biasa.
Demikian diungkapkan Sudiro, wali kota (sekarang gubernur ) Jakarta Raya periode 1953-1960.
Pria yang akrab disapa Pak Diro itu pernah menulis sebuah artikel tentang asal mula Monumen Nasional (Monas) di Jakarta Pusat. Artikel itu diterbitkan harian Kompas pada 18 Agustus 1971.
Baca juga: Tidak Ada Izin Revitalisasi Monas, Ini Tahapan yang Tak Dilakukan Pemprov DKI
Dia menulis, ide monumen nasional bukan lahir dari Soekarno atau pejabat negara lainnya seperti menteri, DPR dan lainnya.
Monas lahir dari orang biasa, seorang warga negara sedehana dari Jakarta bernama Sarwoko Martokusumo.
"Saya didatangi Sarwoko yang telah lama saya kenal khusus dalam Kepaduan Bangsa Indonesia dari zaman penjajahan dulu," beber Sudiro dalam tulisan itu.
Sarwoko bercerita tentang ide sebuah tugu setinggi 45 meter yang dia cita-citakan sebagai tempat menyimpan Bendera Pusaka Merah Putih disetujui banyak pihak.
Baca juga: 205 Pohon di Monas yang Akan Dipindahkan Menghilang, Ada di Mana?
Sarwoko saat itu mencoba membuat "Panitia Tugu Nasional".
Sudiro mengaku tertarik dengan ide kawan dekatnya itu.
Namun ketika Sudiro ditawari jadi ketua panitia, dia menolak dan beralasan tugu tersebut tetap dibuat orang-orang swasta lainnya, bukan pihak pemerintah.
Juga soal biaya, Sudiro mengatakan biaya harus dikumpulkan dari masyarakat sendiri, bukan dari program pemerintah.
Di sisi lain, Sudiro yang menjabat sebagai wali kota Jakarta Raya berjanji akan memperjuangkan program Tugu Nasional tersebut dalam rapat-rapat pembahasan program pemerintahan.
Tak disangka, program tersebut sampai ke telinga Presiden Soekarno.