JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umun Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla (JK) meminta semua pihak menunggu keputusan Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) terkait izin edar dan produksi obat Covid-19.
Hal itu, terkait obat Covid-19 yang dikembangkan Universitas Airlangga (Unair) berkerjasama dengan TNI dan BIN.
“Yang menentukan layak edar atau tidaknya suatu produksi obat adalah instansi berwenang dalam hal ini BPOM karena itu obat, kalau vaksin tentunya yang tentukan laboratorium” ujar JK saat menghadiri acara donor darah, Minggu (23/8/2020).
Baca juga: BPOM: Uji Klinis Obat Covid-19 Unair Belum Valid, Harus Diperbaiki
Terkait vaksin Covid-19, JK mengatakan, Indonesia membutuhkan kerja sama dengan pihak lain, Sebab biaya untuk memproduksi sebuah vaksin tidak murah.
“Untuk vaksin sendiri memang kita harus berkerja sama secara global karena biaya riset dan produksinya tidak murah” ujar JK.
Pada kesempatan yang sama JK berterima kasih kepada seluruh donor yang mengikuti acara donor darah untuk PMI.
JK berpesan agar masyarakat tidak perlu takut menjad donor darah pada masa pandemi, selama protokol kesehatan tetap dijalankan dengan ketat. Hal itu penting dilakukan demi menjaga ketersediaan darah di PMI.
Kepala Badan POM Penny K Lukito membeberkan temuan kritis BPOM terkait uji klinis obat kombinasi baru untuk Covid-19 yang dilakukan Universitas Airlangga.
Dalam konferensi pers yang diadakan Rabu lalu oleh Badan POM RI, Penny berkata bahwa berdasarkan inspeksi per tanggal 28 Juli 2020, ditemukan beberapa gap dalam uji klinis tersebut.
Salah satunya yang tergolong kritis adalah mengenai validitas dari proses uji klinis tersebut dan hasil yang didapatkan.
Penny menjelaskan, suatu riset harus dilakukan secara acak supaya merepresentasikan populasi yang tepat.
Dalam kasus itu, partisipan atau subyek uji klini harus dapat merepresentasikan berbagai derajat keparahan, yakni ringan, sedang dan berat.
Akan tetapi, temuan BPOM menunjukkan bahwa pasien atau subyek yang dipilih untuk mengikuti uji klinis obat kombinasi baru untuk Covid-19 dari Unair belum merepresentasikan keberagaman tersebut.
Bahkan, ada pasien positif Covid-19 tanpa gejala (OTG) yang diberikan intervensi dalam uji klinis. Padahal, sesuai dengan protokol yang ada, OTG tidak perlu diberi obat.
"Kemudian juga hasilnya belum menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan. Suatu riset harus menunjukkan bahwa intervensi baru tersebut bisa memberikan hasil yang berbeda dari terapi yang standar," ujar Penny.