JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta mulai membahas Kebijakan Umum Anggaran Prioritas-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2021 pada Rabu (4/11/2020).
Akan tetapi, pembahasan tersebut dianggap tidak transparan. Sebab, rapat pembahasan dilaksanakan di Puncak, bukan di Gedung DPRD sebagaimana mestinya. Selain itu, draf dokumen KUA-PPAS 2021 yang dibahas juga belum dapat diakses publik.
Mengenai hal ini, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan mengungkap beberapa aturan yang dilanggar.
Baca juga: Draf KUA-PPAS 2021 Tak Dibuka, PSI Sebut Konsep Transparansi Anies Salah
Sebab, agenda pembahasan baru mulai dilaksanakan pada November 2020. Sedangkan menurut Misbah, KUA-PPAS harusnya mulai dibahas pada Juli atau Agustus.
Molornya pembahasan ini disebut melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Aturan lain yang dilanggar adalah ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2021.
Baca juga: Pimpinan DPRD DKI Sebut Pandemi Covid-19 Berimbas Molornya Pembahasan KUA-PPAS APBD 2021
Dalam Permendagri 64/2020, terdapat prinsip-prinsip penyusunan anggaran, seperti transparansi, partisipasi, hingga tepat waktu.
"Jadi pembahasan di Puncak, Bogor itu sebenarnya melanggar beberapa prinsip di dalam ketentuan UU maupun peraturan turunannya, kayak Permendagri misalnya, itu banyak yang dilanggar, terutama yang terkait dengan ketepatan waktu, misalnya," kata Misbah kepada Kompas.com, Rabu (4/11/2020).
Sedangkan mengenai lokasi pembahasan yang dilaksanakan di luar Gedung DPRD, menurut Misbah, ada potensi pelanggaran Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, tepatnya pada Pasal 91.
Baca juga: DPRD dan Pemprov DKI Maraton 1,5 Bulan Bahas KUA-PPAS APBD 2021
"Ini yang perlu ditelusuri bahwa pembahasan anggaran kan harusnya ada di gedung dewan. Dengan alasan Covid-19 kemudian dipindah ke Bogor, kemudian prosesnya tertutup, tidak ada informasi yang bisa diakses oleh publik dan masyarakat, bahkan wartawan," tutur Misbah.
Misbah menambahkan, ketiadaan transparansi dalam pembahasan anggaran merupakan kemunduran.
Selain itu, pembahasan yang baru dimulai pada November rentan terhadap penyusupan anggaran-anggaran yang tidak jelas. Sehingga, hal ini disebut berpotensi sebagai ladang korupsi karena publik tidak bisa memantau.
Misbah menyebutkan, sebenarnya DPRD DKI Jakarta bisa menggunakan teknologi live streaming agar masyarakat dapat mengetahui proses pembahasan anggaran.
Baca juga: FITRA Sebut Tak Masuk Akal Rapat Pembahasan Anggaran DKI Digelar di Puncak Bogor
"Kita kan punya pengalaman tahun lalu ramai sekali ada item komponen anggaran yang kemudian disusupkan ke program kegiatan, ada lem aibon dan bolpoin yang nilainya puluhan miliar," ucap Misbah.
Kepala Bappeda DKI Jakarta, Nasrudin Djoko Suryono sebelumnya mengatakan, keterlambatan pembahasan KUA-PPAS 2021 terjadi lantaran pembahasan KUPA-PPAS 2020 juga molor.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.