Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Curahan Hati Bete yang Kehilangan Mata Pencaharian, PPKM Bagi Saya "Pak Kapan Kita Mati?"

Kompas.com - 16/07/2021, 18:43 WIB
Ivany Atina Arbi

Penulis

Sumber Kompas.id

JAKARTA, KOMPAS.com - Bagi sebagian kalangan, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mungkin hanya berarti pemindahan tempat kerja dari kantor ke rumah.

Namun, bagi sebagian lainnya, PPKM berarti kehilangan pekerjaan.

Begitulah nasib yang dialami Bete (42), warga Pademangan Barat, Jakarta Utara. Biasanya, bapak satu anak ini berdagang aneka mainan di taman wisata pantai di Jakarta utara.

Kini, ia tidak dapat lagi berjualan karena tempat wisata ditutup seiring diberlakukannya PPKM darurat sejak 3 Juli kemarin.

Alhasil, Bete kelabakan memenuhi kebutuhan keluarga. Dia sudah tak mampu membayar sewa kontrakan sehingga harus mengungsi ke rumah mertua.

Baca juga: Di Tengah Keterbatasan, Satu Per Satu Warga Miskin Jakarta Meninggal Saat Isolasi Mandiri

Bersama sang istri, Bete kini melakukan pekerjaan apa saja untuk mencari makan. Perkara bisa terpapar Covid-19 karena bekerja di luar rumah sudah tak menjadi momok bagi mereka.

"Kalau (bagi) saya, PPKM itu sama dengan Pak Kapan Kita Mati," ujarnya kepada Kompas.id, Senin (12/7/2021).

Selain kehilangan pekerjaan, Bete juga tak kunjung mendapatkan bantuan sosial tunai (BST) sebesar Rp 300.000 per bulan dari pemerintah.

Bantuan terakhir yang ia terima sebesar Rp 600.000, untuk bulan April dan Mei, didapat sekitar dua bulan lalu. Sementara, bantuan sosial untuk Juni dan Juli tahun ini tak kunjung cair.

”Kami bukannya tidak bersyukur. Masa PPKM ini, kadang-kadang kita sakit hati. Dibilang masyarakat tenang. Bagaimana kita tenang, yang benar-benar tidak ada penghasilan. Pemerintah menganggap sebulan bantuan Rp 300.000 itu cukup, (padahal tidak),” ungkapnya.

Baca juga: Antara Ambisi Megaproyek Anies dan Nasib Miris Warga Miskin yang Tak Kunjung Terima Bansos

Hidup dalam ketidakberdayaan

Koordinator Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Eny Rochayati, masyarakat yang tinggal di kampung-kampung Jakarta, salah satunya di Jakarta Utara, kini hidup dalam ketidakberdayaan.

Warga bertahan tanpa nafkah hingga ada yang meninggal sesak napas tanpa teridentifikasi secara medis penyebab kematian tersebut.

”Kejadian kematiannya tinggi sekali. Setiap hari, ada kematian, paling tidak itu dua orang. Gejalanya sama, sesak napas,” kata Eny.

Banyak dari warga yang meninggal itu bertahan di rumah karena ditolak rumah sakit yang kelebihan kapasitas di tengah lonjakan kasus Covid-19.

Baca juga: Patungan Rakyat Bahu-membahu Selamatkan Nyawa Warga Miskin Kota yang Makin Terpinggirkan

Di wilayah RW 019, Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, setidaknya 48 warga menjalani isolasi mandiri di rumah setelah dinyatakan positif Covid-19.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Megapolitan
Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Megapolitan
Mochtar Mohamad Resmi Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi pada Pilkada 2024

Mochtar Mohamad Resmi Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi pada Pilkada 2024

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal 'Numpang' KTP Jakarta

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal "Numpang" KTP Jakarta

Megapolitan
Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Megapolitan
Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Megapolitan
Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Megapolitan
NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang Jakut

Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang Jakut

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
Gardu Listrik di Halaman Rumah Kos Setiabudi Terbakar, Penghuni Sempat Panik

Gardu Listrik di Halaman Rumah Kos Setiabudi Terbakar, Penghuni Sempat Panik

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com