Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tersumbatnya Ruang Diskusi di Balik Aksi Nekat Buruh yang Geruduk Kantor Gubernur Banten

Kompas.com - 30/12/2021, 06:00 WIB
Muhammad Naufal,
Jessi Carina

Tim Redaksi

TANGERANG, KOMPAS.com - Kantor Gubernur Banten Wahidin Halim di Serang, Banten, digeruduk para buruh pada 22 Desember 2021.

Selain menggeruduk, buruh juga menduduki ruang kerja Wahidin. Aksi penggerudukan bermula saat buruh menggelar unjuk rasa untuk menuntut revisi besaran upah minimum kabupaten/kota (UMK) di Provinsi Banten tahun 2022.

Usai digeruduk, Wahidin melalui kuasa hukumnya melapor ke polisi pada 24 Desember 2021. Enam buruh kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 27 Desember 2021.

Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun menganggap, ada hal lain yang patut disorot atas peristiwa itu.

Dia menilai aksi penggerudukan itu terjadi akibat jalur aspirasi antara buruh dan Wahidin tersumbat.

Baca juga: Kantor Gubernur Banten Diduduki Buruh, KSPI: Kalau Tidak Mau Digeruduk, Temui Dong!

"Jadi ketika aspirasi itu tersumbat, konsekuensi dari sebuah pola kanalisasi yang tidak sehat itu pasti akan menimbulkan aksi-aksi yang lebih militan dari kelompok yang merasa dirugikan, dalam hal ini buruh," paparnya kepada Kompas.com, Rabu (29/12/2021).

Menurut Ubeidilah, Wahidin cenderung tidak argumentatif dan menerapkan kebijakan politik satu arah saat menetapkan UMK di Provinsi Banten 2022.

Bahkan, saat UMK di Provinsi Banten 2022 ditolak buruh, Wahidin justru tidak mau mendengarkan aspirasi para buruh.

Tindakan yang ditunjukan justru resisten alias melawan aspirasi buruh.

Menurut Ubedilah, tindakan Wahidin tersebut keliru.

"Itu kan yang muncul resisten dulu tuh Gubernurnya, (Wahidin) tidak mau mendengarkan. Jadi itu sebetulnya kekeliruan strategi Gubernur Banten dalam merespons aspirasi buruh," paparnya.

Baca juga: Buruh Disebut Memiting Staf Pemprov Banten, Serikat Pekerja: Bukan Dipiting tapi Dirangkul

Sebagai informasi, menurut Serikat Pekerja Nasional (SPN) Banten, Wahidin sempat mengatakan bahwa para pengusaha dapat mencari buruh lain jika buruh tidak mau menerima upah sebesar Rp 2,5 juta.

Seharusnya, Wahidin duduk bersama dengan para buruh untuk menyelesaikan permasalahan itu.

Kata dia, berdialog merupakan cara yang lebih moderen dari pada harus melaporkan para buruh itu ke kepolisian bahkan sampai ada enam buruh yang ditetapkan sebagai tersangka.

"Dan itu (dilaporkan ke polisi), bahkan cara yang tidak modern ya dalam menyelesaikan perkara. Itu (dilaporkan ke polisi) cara kolonial sebenarnya. Ini negara sudah modern," papar Ubedilah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tegar Tertunduk Dalam Saat Dibawa Kembali ke TKP Pembunuhan Juniornya di STIP...

Tegar Tertunduk Dalam Saat Dibawa Kembali ke TKP Pembunuhan Juniornya di STIP...

Megapolitan
Rumah Warga di Bogor Tiba-tiba Ambruk Saat Penghuninya Sedang Nonton TV

Rumah Warga di Bogor Tiba-tiba Ambruk Saat Penghuninya Sedang Nonton TV

Megapolitan
Jadwal Pendaftaran PPDB Kota Bogor 2024 untuk SD dan SMP

Jadwal Pendaftaran PPDB Kota Bogor 2024 untuk SD dan SMP

Megapolitan
Sejumlah Warga Setujui Usulan Heru Budi Bangun 'Jogging Track' di RTH Tubagus Angke untuk Cegah Prostitusi

Sejumlah Warga Setujui Usulan Heru Budi Bangun "Jogging Track" di RTH Tubagus Angke untuk Cegah Prostitusi

Megapolitan
Taruna Tingkat 1 STIP Dipulangkan Usai Kasus Penganiayaan oleh Senior

Taruna Tingkat 1 STIP Dipulangkan Usai Kasus Penganiayaan oleh Senior

Megapolitan
Ketika Ahok Bicara Solusi Masalah Jakarta hingga Dianggap Sinyal Maju Cagub DKI...

Ketika Ahok Bicara Solusi Masalah Jakarta hingga Dianggap Sinyal Maju Cagub DKI...

Megapolitan
Kelakuan Pria di Tanah Abang, Kerap Makan di Warteg tapi Bayar Sesukanya Berujung Ditangkap Polisi

Kelakuan Pria di Tanah Abang, Kerap Makan di Warteg tapi Bayar Sesukanya Berujung Ditangkap Polisi

Megapolitan
Viral Video Maling Motor Babak Belur Dihajar Massa di Tebet, Polisi Masih Buru Satu Pelaku Lain

Viral Video Maling Motor Babak Belur Dihajar Massa di Tebet, Polisi Masih Buru Satu Pelaku Lain

Megapolitan
Personel Gabungan TNI-Polri-Satpol PP-PPSU Diterjunkan Awasi RTH Tubagus Angke dari Prostitusi

Personel Gabungan TNI-Polri-Satpol PP-PPSU Diterjunkan Awasi RTH Tubagus Angke dari Prostitusi

Megapolitan
Tumpahan Oli di Jalan Juanda Depok Rampung Ditangani, Lalu Lintas Kembali Lancar

Tumpahan Oli di Jalan Juanda Depok Rampung Ditangani, Lalu Lintas Kembali Lancar

Megapolitan
Warga Minta Pemerintah Bina Pelaku Prostitusi di RTH Tubagus Angke

Warga Minta Pemerintah Bina Pelaku Prostitusi di RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Jakarta Disebut Jadi Kota Global, Fahira Idris Sebut   Investasi SDM Kunci Utama

Jakarta Disebut Jadi Kota Global, Fahira Idris Sebut Investasi SDM Kunci Utama

Megapolitan
Kilas Balik Benyamin-Pilar di Pilkada Tangsel, Pernah Lawan Keponakan Prabowo dan Anak Wapres, Kini Potensi Hadapi Kotak Kosong

Kilas Balik Benyamin-Pilar di Pilkada Tangsel, Pernah Lawan Keponakan Prabowo dan Anak Wapres, Kini Potensi Hadapi Kotak Kosong

Megapolitan
Jejak Kekerasan di STIP dalam Kurun Waktu 16 Tahun, Luka Lama yang Tak Kunjung Sembuh...

Jejak Kekerasan di STIP dalam Kurun Waktu 16 Tahun, Luka Lama yang Tak Kunjung Sembuh...

Megapolitan
Makan dan Bayar Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Pria Ini Beraksi Lebih dari Sekali

Makan dan Bayar Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Pria Ini Beraksi Lebih dari Sekali

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com