Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menengok Keanggunan Vihara Tanda Bhakti Jakarta, Simbol Kebangkitan Keturunan Tionghoa dari Masa Kelam

Kompas.com - 01/02/2022, 19:03 WIB
Mita Amalia Hapsari,
Ivany Atina Arbi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Di antara rumah-rumah warga di kawasan Kali Besar, Glodok, Jakarta Barat, berdiri dengan anggun sebuah wihara tua bernama Vihara Tanda Bhakti atau Vihara Tan Seng Ong.

Saat memasuki area wihara, pengunjung akan disambut oleh halaman yang luas. Di bagian depannya terdapat empat area ibadah yang dipisang oleh ruang-ruang kecil.

Semakin masuk ke bagian dalam vihara, ada beberapa tempat sembahyang yang dibagi dalam ruang-ruang yang cukup luas.

Di tengah area tersebut, terdapat sebuah kolam yang dipenuhi dengan ikan koi.

Sisi-sisi dinding vihara tersebut banyak dihiasi ornamen dan gambar-gambar indah. Ukiran naga juga memenuhi sejumlah tiang di rumah ibadah tersebut.

Baca juga: Kisah 7 Sumur di Vihara Gayatri Depok, Dipercaya Beri Kesembuhan hingga Bikin Enteng Jodoh

Warna emas dan merah memberi semarak pada ruang-ruang di dalam wihara.

Saat malam tiba, lampu temaram dinyalakan sehingga menghadirkan suasana yang nyaman.

Wihara ini memang tak sepopuler tempat ibadah lain di sekitarnya, seperti Vihara Dharma Bhakti atau Vihara Toa Se Bio yang berada tak jauh dari sana.

Namun, wihara ini ternyata menyimpan nilai sejarah tersendiri bagi keturunan Tioanghoa di Jakarta, khususnya yang tinggal di kawasan Glodok dan sekitarnya.

Dikutip dari terjemahan buku Da Jiang Hao Hai Yin Hua Fung Yu yang terbit pada 2013, Vihara Tan Seng Oh ini dibangun ratusan tahun silam, tepatnya pada 1756 atau berusia 266 tahun.

Dalam terjemahan yang juga menghiasi dinding vihara tersebut dituliskan, Vihara Tan Seng Ong Jakarta adalah lambang, tanda, dan gambaran pergulatan hidup nenek moyang Tionghoa kala itu.

Baca juga: Jelang Imlek, Umat Sembahyang dengan Khusyuk di Vihara Toasebio Glodok

Diceritakan, wihara ini didirikan setelah terjadinya sebuah tragedi suram yang menimpa keturunan Tionghoa kala itu. Peristiwa itu dikenal dengan nama Geger Pecinan.

"Ketika itu, Jakarta persis pada bulan Oktober tahun 1740 terjadi pembantaian sadis pada orang Tionghoa Djakarta. Sekitar sepuluh ribu orang Tionghoa, baik laki-laki, perempuan, orang tua, muda-mudi, dan anak-anak, dibantai dengan sadis oleh tentara Belanda," jelas buku tersebut.

Akibat pembantaian itu, sebagian besar orang Tionghoa yang bermukim di Batavia, Jakarta kala itu, dan Jawa Barat, melarikan diri ke daerah sekitar Jawa Tengah.

Tak hanya melarikan diri, mereka juga ikut serta dalam pemberontakan-pemberontakan masyarakat Jawa dalam menentang Belanda.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com