JAKARTA, KOMPAS.com - Gambir merupakan sebuah kecamatan di Jakarta Pusat.
Ada dua versi tentang asal usul nama Gambir. Versi pertama menyebut Gambir diambil dari nama tumbuhan seperti sirih yang hidup di daerah itu. Katanya, dulu di daerah ini banyak pohon Gambir yang hidup.
Namun ada yang meyakini nama Gambir bukan diambil dari nama pohon yang subur di Sumatera Barat.
Sejarawan Ridwan Saidi dalam bukunya Profil Orang Betawi Asal Muasal, Kebudayaan dan Adat Istiadatnya (1997) meyakini nama Kecamatan Gambir diambil dari nama seorang Letnan Zeni Belanda berdarah Perancis yakni "Gambier".
Di abad ke 17, kawasan Ring-1 Jakarta masih berupa rawa-rawa dan padang ilalang.
Pada 1632, seorang tuan tanah bernama Anthony Paviljoen menjadi pemilik resmi kawasan itu. Paviljoen menyewakan tempat itu menjadi tempat bertani dan beternak bagi orang-orang Tionghoa.
Baca juga: Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-36
Kawasan yang kini menjadi Lapangan Banteng itu, dulunya punya sebutan Lapangan Kerbau (Buffelsveld).
Kemudian pada awal abad 19, ketika Herman Willem Daendels berkuasa (1808-1811), ia ingin meluaskan kota Batavia ke Selatan.
Untuk memuluskan rencananya, ia menugaskan Letnan Gambier untuk membabat hutan dan rawa menjadi jalan.
Daerah di selatan ini bernama Weltevreden yang dalam bahasa Belanda berarti tempat yang memuaskan.
Lapangan Kerbau diganti namanya menjadi Waterlooplein untuk mengenang Pertempuran Waterloo.
Di Weltevreden berdiri banyak bangunan strategis. Ada Koningsplein yang kini menjadi kawasan Monas.
Sementara di sisi timur, ada Stasiun Koningsplein yang kini menjadi Stasiun Gambir. Di sisi utara, ada istana gubernur jenderal yang kini menjadi Istana Merdeka.
Di sekitarnya, menjadi permukiman dan daerah elite yang dihuni orang-orang Eropa.
Di sudut barat daya Koningsplein, didirikan Pasar Gambir yang menjadi festival tahunan paling meriah di Batavia. Ada banyak penjual makanan, penampilan musik, teater, dan sirkus.
Festival ini awalnya digelar pada 1921 untuk merayakan ulang tahun ratu Belanda. Peter Keppy dalam tulisannya “Keroncong, Concours, and Crooners” menyebut pengunjung Pasar Gambir mencapai 15.000 hingga 35.000 setiap harinya.
Baca juga: Asal-Usul Nama Cawang
Karena antusiasme yang begitu besar, Pasar Gambir pun digelar setiap tahun selama dua pekan di antara Agustus hingga September.
Pasar Gambir terakhir digelar pada 1939, sebelum Belanda menyerah kepada Jepang. Nama Gambir pun diabadikan menjadi nama kawasan tersebut setelah kemerdekaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.