JAKARTA, KOMPAS.com - Kubah Jakarta Islamic Centre (JIC) atau Masjid Jami' Jakarta Center terbakar pada Rabu (19/10/2022) sore ini.
Masjid yang terletak di Jalan Kramat Jaya Raya Nomor 1, RT 06/RW 01, Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara itu dilaporkan terbakar pada pukul 15.24 WIB.
Berdasarkan informasi dari command center pemadam kebakaran DKI Jakarta, proses pemadaman masih berlangsung sejak 15.32 WIB.
Lima unit mobil pemadam kebakaran telah dikerahkan untuk memadamkan api. Hingga berita ini ditulis, belum diketahui penyebab kebakaran kubah Jakarta Islamic Centre itu.
Baca juga: Kubah Masjid Jakarta Islamic Centre Terbakar, Asap Hitam Membubung Tinggi
Sebelum menjadi Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta, lokasi di mana JIC berdiri sempat menjadi tempat prostitusi yang dikenal dengan nama lokalisasi Kramat Tunggak.
Kramat Tunggak disebut sebagai lokalisasi terbesar di Asia Tenggara pada tahun 1970-1999.
Awalnya, Kramat Tunggak dijadikan sebagai tempat rehabilitasi sosial oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin.
Awalnya, tempat rehabilitasi itu dibangun untuk membina pekerja seks di Jakarta yang kebanyakan berasal dari Pasar Senen, Kramat, dan Pejompongan.
Alih-alih jadi tempat pembinaan, lokasi berkumpulnya para pekerja seks di sana malah menjadi lahan basah bagi sejumlah muncikari untuk membujuk para pekerja seks kembali bekerja sebagai wanita penghibur.
Baca juga: Makna Filosofis Jakarta Islamic Centre, Mengubah Wajah Jakarta Jadi Kota Religius
Pada tahun 1990-an, tercatat lokalisasi Kramat Tunggak dihuni oleh lebih dari 2.000 pekerja seks dengan pengawasan 258 muncikari dan 700 orang pembantu pengasuh, 800 pedagang asongan, dan 155 orang tukang ojek.
Keberadaan tempat itu membuat gerah masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Mereka pun mendesak agar lokalisasi Kramat Tunggak ditutup.
Gubernur DKI Jakarta selanjutnya, Sutiyoso, pun membentuk tim untuk membuat rekayasa sosial di sana.
"Tim itu untuk memetakan rekayasa sosial, apa sih dampak saat Kramat Tunggak dibongkar, gimana muncikarinya, PSK-nya, akibat pembongkaran terhadap warga yang menggantungkan hidup sehari-hari cari nafkah di lokalisasi itu," kata mantan anggota Tim Kajian Pembongkaran Kramat Tunggak Ricardo Hutahean kepada Kompas.com pada 2016.
Sebelum penggusuran dilakukan, para muncikari ditawari uang ganti rugi, sedangkan ribuan PSK diberi pendampingan selama lima tahun. "
Mereka juga difasilitasi untuk melakukan kegiatan setelah pensiun dari PSK. Ikut kursus menjahit, masak, tata boga, dan lain-lain," tutur Ricardo.