JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan kasus stunting tidak hanya bisa terjadi di daerah tertinggal, tetapi juga perkotaan.
Menurut Hasto, ada beberapa penyebab bisa terjadinya stunting di wilayah perkotaan yang notabene lebih maju dan berkembang.
"Saya sampaikan bahwa di kota pun tidak lepas dari terjadinya stunting, karena sebab stunting itu ada tiga," ujar Hasto saat wawancara khusus dengan Kompas.com, Selasa (3/4/2023).
Baca juga: BKKBN: Sebelum Ada Perpres, Pengentasan Stunting Belum Jadi Prioritas Kepala Daerah
Hasto mengemukakan, penyebab stunting yakni suboptimal nutritional atau asupan gizi yang kurang tetapi tidak memberikan gejala sakit pada tubuh.
"Mungkin dia sehari-hari tidak sakit, tidak demam, tidak panas, tidak diare, tapi orangtuanya kurang memperhatikan anaknya. Orangtuanya sibuk sehingga asupannya kurang ini juga bisa menjadi penyebab stunting," kata Hasto.
Penyebab stunting lainnya juga bisa karena bayi tidak mendapatkan asi yang eklusif dari orangtua yang disebut terlalu sibuk.
Menurut Hasto, kasus seperti itu kerap ditemui di wilayah pedalaman maupun di perkotaan.
"Orang tinggal di kota tapi ternyata dia malah tidak bisa menyusui dengan baik, tidak bisa ASI ekslusif karena sibuk kerja di perusahaan atau kerja di kantor atau yang lainnya, maka ASI ekslusifnya tidak sukses," kata pria yang juga seorang dokter ini.
Baca juga: Saat Program Pengentasan Stunting Kalah dengan Pembangunan Infrastruktur yang Lebih Populer...
Hasto mengatakan, lingkungan yang padat penduduk dan kumuh juga menyebabkan penyakit yang dapat memicu stunting.
Misalnya, tuberkulosis (TBC) yang membuat berat badan anak-anak tidak sesuai dengan tumbuh kembangnya.
"Anak balita yang kena TBC ini sering demam, batuk pilek, berat badan tidak naik-naik, begitu berat badan tidak naik maka akhirnya nanti tinggi badannya tidak naik," ucap Hasto.
"Satu lagi adalah parenting. Dalam kesibukan terjadi, itu kalau dari sisi kenapa di kota juga masih ada stunting karena faktornya seperti itu," sambung Hasto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.