JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa meyakini, bahwa kasus peredaran sabu yang menjeratnya merupakan sebuah konspirasi.
Hal itu disampaikan Teddy dalam sidang pembacaan pleidoi atau nota pembelaan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Kamis (13/4/2023).
Teddy berpandangan, bahwa banyak kejanggalan dalam proses hukum yang tengah dijalaninya.
"Terjadi banyak sekali kejanggalan dan unprocedural yang dilakukan sejak proses penyidikan, dan penuntutan dengan memanfaatkan para terdakwa lainnya yang mengarah kepada sebuah konspirasi dan rekayasa untuk membunuh karakter saya," ungkap Teddy.
Teddy menyampaikan, dalam proses hukum yang dialaminya terjadi banyak pelanggaran. Salah satunya saat proses penetapan dirinya sebagai tersangka pada 13 Oktober 2022. Padahal, menurut Teddy, dia belum pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut.
"Sudah jelas bahwa prosedur penetapan seorang menjadi tersangka harus melalui pemeriksaan terlebih dahulu. Hal ini mengesankan bahwa saya memang dibidik untuk dijatuhkan," papar Teddy.
Bukan hanya itu, lanjut Teddy, dia juga merasa telah "dibinasakan."
Selain itu, penetapan dirinya sebagai tersangka hanya berdasarkan keterangan saksi dan percakapakan chat WhatsApp yang berasal dari hasil ekstraksi ponsel milik tersangka lain.
"Jadi bukan handphone milik saya Yang Mulia, handphone milik saya tidak pernah ditampilkan Yang Mulia," jelas Teddy.
Di hadapan majelis hakim, eks Wakapolda Lampung ini kemudian menyatakan, perkara tersebut menghentikan kariernya di kepolisian.
Baca juga: Linda Mengaku Istri Sirinya, Teddy Minahasa: Saya Tak Terkejut, Sudah Dapat Info Skenario Itu
"Menghancurkan hidup serta masa depan saya, yang tentunya berdampak terhadap keluarga besar saya. Bahkan akhirnya bertujuan untuk membinasakan saya," kata Teddy.
Sebagai informasi, Teddy Minahasa dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam pusaran peredaran narkoba. Teddy dinilai bersalah sebagaimana diatur dalam Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Menurut jaksa dalam dakwaannya, Teddy terbukti bekerja sama dengan AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti (Anita) untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika.
Narkotika yang dijual itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan seberat lebih dari 5 kilogram.
Dalam persidangan terungkap bahwa Teddy meminta AKBP Dody mengambil sabu itu lalu menggantinya dengan tawas.
Baca juga: 3F dalam Perkara Teddy Minahasa dan Dody Prawiranegara
Awalnya, Dody sempat menolak. Namun, pada akhirnya Dody menyanggupi permintaan Teddy.
Dody kemudian memberikan sabu tersebut kepada Linda. Setelah itu, Linda menyerahkan sabu tersebut kepada Kasranto untuk kemudian dijual kepada bandar narkoba.
Total, ada 11 orang yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba ini, termasuk Teddy Minahasa.
Sementara itu, 10 orang lainnya adalah Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pujiastuti, Syamsul Ma'arif, Muhamad Nasir, dan AKBP Dody Prawiranegara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.