JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus peredaran sabu Irjen Teddy Minahasa membeberkan sejumlah prestasi yang ditorehkannya selama berkarier sebagai anggota Polri.
Mulanya cerita masa kecil Teddy mengawali isi nota pembelaan atau pleidoi yang ia bacakan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Kamis (13/4/2023).
Dalam pleidoi berjudul "Sebuah Industri Hukum dan Konspirasi", Teddy mengaku lahir dan besar dari keluarga yang kurang mampu.
"Pada tahun 1990 saya lulus SMA dan langsung mengikuti seleksi masuk Akabri, karena saya yakin bahwa kedua orangtua saya tidak akan mampu membiayai saya ke jenjang pendidikan berikutnya atau kuliah di perguruan tinggi," ujar Teddy.
Baca juga: Bantah Jual Sabu, Teddy Minahasa: Jabatan Kapolda secara Ekonomi Sudah Cukup
Setelah itu, Teddy melanjutkan pendidikan di akademi kepolisian selama empat tahun. Sadar bukan berasal dari keluarga pejabat, kalangan mampu ataupun anak jenderal, Teddy teguh menjalankan pendidikan hingga selesai.
Dalam bahasa Jawa, kata Teddy, dia hanyalah kawulo alit atau wong cilik (orang kecil).
"Deretan prestasi akademis, prestasi kerja, serta tanda jasa dan tanda kehormatan dari negara, maupun kontribusi saya dalam berbagai event nasional di bidang olahraga maupun penyusunan RUU di DPR RI, serta organisasi kemasyarakatan lainnya telah mengantar karier saya meningkat secara eskalatif," urai Teddy.
Adapun riwayat jabatan Teddy yakni Kapolda Jawa Timur, Kapolda Sumatera Barat, staf ahli manajemen Kapolri, Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri, staf ahli wakil presiden, ajudan wakil presiden dan komandan satuan tugas calon Presiden Joko Widodo.
Baca juga: Bacakan Pleidoi, Teddy Minahasa Singgung soal Jabatan dan Prestasinya yang Didapat Susah Payah
"Sederet jabatan tersebut di atas saya terima secara alamiah tanpa saya menggunakan cara-cara yang kolusi dan nepotisme," jelas Teddy.
Untuk menjabat sebagai ajudan wakil presiden, lanjut dia, proses seleksinya sangat ketat, selektif, dan sulit.
Teddy berprinsip jabatan adalah amanah atau kepercayaan yang harus dilaksanakan yang penuh integritas dan rasa tanggung jawab yang tinggi.
Oleh karena itu, dia memperoleh anugerah Bintang Bhayangkara Nararya 2017, dan Bintang Bhayangkara Pratama tahun 2020 dari Presiden Republik Indonesia, yang berarti dia turut memajukan institusi Polri serta berdinas selama 25 tahun berturut-turut tanpa cacat.
Teddy mengeklaim, atas prestasinya itu dia tidak pernah melakukan pelanggaran disiplin, etik maupun tindak pidana.
Baca juga: Pleidoi Teddy Minahasa: Saya Memang Dibidik untuk Dijatuhkan
"Majelis Hakim Yang Mulia, dengan perjuangan saya untuk pencapaian karir tersebut apakah mungkin saya akan merusak dan menghancurkannya hanya demi uang Rp 300 juta yang telah dituduhkan kepada saya dalam kasus ini?" kata Teddy.
Sebagai informasi, Teddy Minahasa dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam pusaran peredaran narkoba. Teddy dinilai bersalah sebagaimana diatur dalam Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.