JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum pidana dari Universitas Pelita Harapan, Jamin Ginting berpendapat, nilai restitusi yang nominalnya terlalu fantastis kemungkinan tak akan dikabulkan oleh Majelis Hakim.
Hal itu diungkapkan Jamin saat dihadirkan sebagai saksi meringankan atau A de Charge di sidang kasus penganiayaan D (17) dengan terdakwa Mario Dandy Satriyo (20) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (1/8/2023).
Ungkapan itu bermula ketika penasihat hukum Mario, Andreas Nahot Silitonga bertanya apakah Majelis Hakim bisa menentukan nilai restitusi sendiri.
"Hakim boleh enggak berpendapat lain terkait restitusi, misal LPSK bilang 100, hakim harus 100 juga. Atau pandangan ahli terhadap restitusi yang dihitung LPSK seperti apa?" tanya dia di ruang sidang.
Saksi kemudian menjelaskan bahwa hakim tidak bisa menentukan nominal restitusi seorang diri.
Hakim akan kesulitan untuk menyelesaikan dua hal yang berbeda, karena restitusi boleh dibilang masuk ke ranah perdata.
"Terus terang saya bilang Hakim sangat berat untuk menghitung, karena Hakim ini kan ya menilai delik pidana juga bersamaan dengan perdata gitu, itu ada formalnya jadi agak berat bagi Hakim. Nanti kalau Hakim memutuskan tinggi dasar hukumnya apa? Buktinya mana? Gitu. Nanti di Mahkamah Agung dipermasalahkan juga jadinya kan," jawab Jamin.
Jamin juga menilai Majelis Hakim tak akan mengabulkan nilai restitusi yang nominalnya terlalu fantastis.
Baca juga: Soal Restitusi Rp 120 Miliar yang Ditanggung Mario Dandy, Ahli: Jangan Jadi Ajang Pemerasan
"Jadi agak berat bagi Hakim untuk bisa memutuskan angka yang terlalu fantastis, biasanya jarang dikabulkan menurut saya, karena seakan-akan ini ya mohon maaf, nyawa manusia bahkan ada yang meninggal dunia juga, ya nyawa manusia mohon maaf ya tidak bisa dihitung," kata Jamin.
Sebagai informasi, keluarga D melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menetapkan restitusi sebesar Rp 120 miliar atas penderitaan yang diderita D usai dianiaya Mario Dandy Satriyo pada Februari silam.
Hal itu diungkapkan Tenaga Ahli Penilai Restitusi LPSK, Abdanev Jova, saat dihadirkan sebagai saksi di persidangan dengan terdakwa Mario dan Shane Lukas (19) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (20/6/2023).
"Ada tiga komponen yang menjadi penentu besaran restitusi. Pertama soal kehilangan kekayaan. Kedua soal perawatan medis psikologis dan terakhir perihal penderitaan yang dirasakan korban," ujar dia di dalam ruang sidang.
Berdasarkan perhitungan LPSK, keluarga korban dinilai menderita kehilangan kekayaan mencapai Rp18.162.000.
Kemudian, biaya perawatan medis dan psikologis berada di angka Rp1.315.660.000 atau sekitar Rp1,3 M.
Lalu, komponen terakhir, yang membuat korban menderita menyentuh angka Rp118.140.480.000 atau sekitar Rp118 M.