Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Rencana Revisi Perpres Pengolahan Sampah Kemunduran bagi Jakarta

Kompas.com - 31/08/2023, 19:41 WIB
Tria Sutrisna,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pemerintah merevisi Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 menuai kritik, karena dianggap sebagai kemunduran dalam penanganan masalah sampah di DKI Jakarta.

Sebagai informasi, rencana itu menjadi pembahasan utama dalam pertemuan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan pada Rabu (30/8/2023).

"Rencana tersebut sebagai langkah mundur karena tidak mengikuti kebutuhan Jakarta dalam pengelolaan sampah menjadi energi terbarukan," ujar Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies Ali Ahmudi Achyak, Kamis (31/8/2023).

Baca juga: Heru Budi Temui Luhut, Bahas Revisi Perpres Pengolahan Sampah

Menurut Ali, poin-poin revisi yang diusulkan tidak mengikuti kebutuhan Jakarta dalam pengelolaan sampah menjadi energi terbarukan.

Salah satu poinnya, pemanfaatan teknologi untuk penanganan sampah akan menyesuaikan kondisi di daerah masing-masing.

Heru Budi lantas mencontohkan DKI Jakarta yang saat ini lebih cocok memanfaatkan refuse derived fuel (RDF), dibandingkan Intermediate Treatment Facility (ITF).

"Pengelolaan sampah yang dibutuhkan di Jakarta adalah memilih mana lebih efektif mengolah sampah dengan cepat dan tuntas," ungkap Ali.

Baca juga: Kementerian PUPR Bangun Tempat Pengolahan Sampah Terpadu di Depok Tahun Depan

Menurut Ali, Jakarta saat ini dapat menghasilkan kurang 8.000 ton sampah setiap harinya. Dengan begitu, teknologi yang dirasa lebih efektif untuk mengurangi sampah adalah ITF.

Sebab, sampah yang diolah akan hancur sepenuhnya karena diproses dengan pembakaran oksidatif pada suhu 850-1.400 derajat

"Sekarang sudah semakin maju, prosesnya tertutup sehingga asap pembakarannya tidak keluar dari fasilitas ITF, sehingga relatif aman, selain itu kita dapat listrik dari proses yang ramah lingkungan," kata Ali.

Sedangkan RDF, lanjut Ali, hanya dapat mengolah 30 persen sampah di Ibu Kota. Alhasil, masih ada sisa sampah yang harus diolah kembali dan tetap menjadi timbunan di TPA.

Baca juga: Evaluasi di Kemendagri, Heru Budi Ditanya soal Keputusannya Setop Proyek ITF Sunter

"Sehingga sampah tidak cepat terurai dan berpotensi menimbulkan tumpukan sampah kembali," ujar dia.

Diberitakan sebelumnya, Heru Budi bertemu dengan Luhut untuk membahas usulan revisi Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.

"Membahas perbaikan Perpres Nomor 35 Tahun 2018. Jadi akan disempurnakan," ujar Heru Budi dalam keterangan yang diterima, Kamis (31/8/2023).

Menurut Heru, revisi aturan itu bertujuan untuk memudahkan setiap daerah menyelesaikan permasalahan sampah dengan teknologi apa pun yang cocok.

Baca juga: Heru Budi Sebut Pemprov Harus Gelontorkan Rp 3 Triliun Setahun jika Lanjutkan ITF Sunter

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com