JAKARTA, KOMPAS.com - AH (26), penderita skizofrenia paranoid yang membunuh wanita berinisial FD (44) di dekat mal Central Park, Tanjung Duren, Jakarta Barat, mengaku sempat berguru dengan sosok yang disebutnya sebagai 'tante'.
Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes M Syahduddi menungkapkan, pelaku mengenal sosok tante tersebut ketika duduk di bangku sekolah dasar.
"Ini juga lagi kami cari tante ini siapa, karena sudah lama sekali. Ketika pelaku ini masih duduk di bangku sekolah dasar pernah mendapatkan pelajaran dari Tante," kata Syahduddi dalam konferensi pers di Mapolres Metro Jakarta Barat, Selasa (24/10/2023).
Baca juga: Kronologi Wanita Dibunuh Penderita Skizofrenia Dekat Central Park, Pelaku Pilih Korban Secara Acak
Sejak mengenal sosok itulah, perilaku AH dinilai mulai aneh. Menurut keluarganya, pelaku juga kerap berhalusinasi.
Sementara itu, Kapolsek Tanjung Duren Kompol Muharram Wibisono menyebutkan AH mengenal sosok tante sejak sekitar 15 tahun lalu.
"Kami pun menggali karena durasi sudah cukup lama ya 15 tahun ke belakang, jadi kami kesulitan untuk (mengetahui) siapa si tante ini," ungkap Wibisono.
"Tetapi yang jelas, dia ada sedikit ajaran-ajaran yang mungkin membuat perilakunya jadi seperti ini," imbuh dia.
Baca juga: Gorok Wanita hingga Tewas di Dekat Central Park, Pelaku Mengaku Dapat Bisikan Gaib
Kepada polisi, AH mengaku mendapatkan bisikan gaib sehingga nekat membunuh korban FD.
Oleh sebab itu, polisi memeriksakan kejiwaannya ke Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta Timur.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, dia didiagnosis mengidap gangguan kejiwaan.
"Dari dokter forensik psikiatri, disampaikan bahwa terhadap tersangka AH didapati gangguan jiwa berat, yang dalam istilah kedokteran disebut dengan skizofrenia paranoid," terang Syahduddi.
Ia menyatakan, antara AH dengan FD tak mengenal satu sama lain.
Pelaku juga disebut membunuh korbannya secara acak.
Baca juga: Idap Skizofrenia Paranoid, Pembunuh Wanita Dekat Central Park Bakal Dirawat di RSJ
Atas hasil pemeriksaan itu, pelaku rencananya bakal mendapatkan perawatan di rumah sakit jiwa (RSJ).
Penyidik merujuk Pasal 109 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Pasal 44 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang pada intinya menyatakan bahwa orang dengan gangguan jiwa tak dapat dikenakan pidana.