Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

JPU Sebut Pleidoi Fatia dalam Kasus "Lord Luhut" Menunjukkan Keputusasaan

Kompas.com - 04/12/2023, 15:51 WIB
Joy Andre,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Jakarta Timur menilai nota pembelaan atau pleidoi terdakwa Fatia Maulidiyanti dalam kasus "Lord Luhut" sebagai bentuk keputusasaan.

"Upaya Fatia Maulidiyanti yang seakan-akan mendesain dirinya sebagai korban yang berhadapan dengn penguasa dalam persidangan perkara ini adalah menunjukkan bentuk keputusasaan dan ketidakmapuan semata dalam membangun argumen yuridis, logis dan tepat untuk mematahkan tuntutan," kata JPU dalam persidanga di Pengadilan Jakarta Timur, Senin (4/12/2023).

JPU menyatakan demikian karena dalam pleidoi yang Fatia bacakan pada persidangan Senin (27/11/2023) lalu, ida merasa menjadi korban dan berhadapan dengan penguasa.

Baca juga: Saat Fatia Mengutip Ucapan Luhut dalam Pembelaannya: Saya Terbiasa Tidak Memasukkan Kritik ke Dalam Hati...

Dia pun merasa tidak ada tindak pidana dalam materi podcast atau siniarnya yang diunggah di kanal YouTube.

Namun, jaksa kemudian menganggap fakta yang mereka beberkan selama persidangan berlangsung telah memuat pelanggaran hukum sebagaimana tersirat dalam materi siniar berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam".

JPU bahkan menganggap nota pembelaan Fatia yang diberi judul "Semua Orang (Tidak) Sama di Depan Hukum" adalah pandangan yang keliru.

Sebab, menurut JPU, tidak ada orang yang mendapat perlakuan spesial di mata hukum.

Baca juga: Bantah Cemarkan Nama Luhut dalam Podcast, Fatia: Saya Paparkan Hasil Penelitian

"Pandangan Fatia Maulidiyanti melalui judul pledoi 'Semua Orang (Tidak) Sama Di Depan Hukum' adalah pandangan keliru karena pada prinsipnya tidak ada pembedaan perlakuan orang di depan hukum termasuk kepada Fatia Maulidiyanti," kata JPU.

"Fatia Maulidiyanti juga harus mendapat perlakuan yang sama di depan hukum. Tidak ada orang yang kebal hukum dan tidak ada satu pun orang harus diistimewakan di depan hukum termasuk Fatia Maulidiyanti," ucap JPU melanjutkan.

Agenda sidang terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti hingga kini masih berlanjut. Mereka berdua dituntut hukuman penjara oleh JPU dengan masa tahanan yang berbeda.

Baca juga: Rocky Gerung: Jaksa yang Menuntut Haris-Fatia Pengetahuan soal Lingkungannya Nol

Haris dituntut 4 tahun penjara, sementara Fatia dituntut 3,5 tahun.

Tuntutan itu diberikan karena keduanya dianggap terbukti melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Sidang kasus pencemaran nama baik ini bermula saat Haris dan Fatia berbincang dalam podcast di kanal YouTube berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam".

Dalam video tersebut, keduanya menyebut Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Megapolitan
Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com