Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Hujan" Kritik Penghapusan Pilkada Jakarta dalam RUU DKJ, Disebut Kebiri Hak Rakyat dan Balik ke Orba

Kompas.com - 07/12/2023, 08:41 WIB
Muhammad Isa Bustomi,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang telah ditetapkan sebagai inisiatif DPR dalam rapat paripurna, menuai kontroversi.

Sebab, dalam RUU DKJ ada aturan yang berimplikasi pada peniadaan pemilihan kepala daerah (pilkada) setelah Jakarta tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara.

Aturan itu tertuang dalam Pasal 10 ayat 2 draf RUU DKJ yang berbunyi: "Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD".

Baca juga: RUU DKJ Atur Gubernur Ditunjuk Presiden, Heru Budi: Saya Belum Baca...

Meski RUU DKJ menghilangkan pilkada langsung, demokrasi disebut tetap muncul melalui usulan DPRD.

Aturan itu pun dihujani kritikan. Sederet anggota DPRD DKI Jakarta dari berbagai fraksi menolak ketentuan tersebut.

Dinilai kebiri hak warga

Anggota Fraksi PDI-P DPRD DKI Gilbert Simanjuntak mengkritik RUU DKJ yang baru saja disetujui DPR.

Menurut Gilbert, aturan gubernur dipilih oleh presiden akan mengebiri hak konstitusional warga.

"Rakyat Jakarta mampu memilih sendiri gubernurnya. Jangan kebiri hak konstitusionalnya,” ujar Gilbert saat dihubungi, Rabu (6/12/2023).

Menurut Gilbert, reformasi dan amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mendukung adanya otonomi daerah serta pilkada langsung.

Karena itu, usulan menghilangkan pemilihan gubernur setelah Jakarta tak lagi menjadi Ibu Kota Negara, bertolak belakang dengan semangat reformasi.

“Salah satu alasan pilkada langsung adalah karena sentralistik Orde Baru yang mengangkat kepala daerah, sehingga isu saat itu adalah militer, Jawa, dan penunjukan presiden. Sangat aneh apabila sekarang timbul ide neo orba untuk sentralistik,” kata Gilbert.

Baca juga: Tolak RUU DKJ soal Gubernur DKI Ditunjuk Presiden, F-PKS: Harus Kembali ke Semula

Menurut Gilbert, biaya pilkada Jakarta yang disebut mahal tak bisa dijadikan alasan untuk mengatur penunjukan langsung gubernur dan wakil gubernur oleh presiden.

Daftar pemilih tetap (DPT) di Jakarta saat ini sekitar 8 juta orang.

Gilbert menyebut, jumlah itu terbilang sedikit dibandingkan provinsi lain di Indonesia yang memiliki puluhan juta pemilih.

“Apabila pertimbangan karena faktor biaya pilkada, maka dengan DPT sekitar 8 juta di Jakarta sebagai kota, ini tidak ada artinya dengan DPT provinsi lain yang begitu luas dengan jumlah pemilih 28 juta lebih,” ujar Gilbert.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Megapolitan
Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

Megapolitan
Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Megapolitan
Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com