JAKARTA, KOMPAS.com - P, ayah di Jagakarsa, diduga membunuh empat anaknya yaitu VA (6), S (4), A (3), dan AS (1), untuk mengurangi beban hidup.
Pikiran P itu dianggap tak rasional karena keadaan ekonomi keluarga yang memburuk, sehingga memutuskan menghabisi nyawa anaknya di kontrakan mereka.
“Bisa jadi, bukan hanya mengurangi biaya ekonomi, tapi juga mengurangi beban hidupnya. Kan ekonomi merupakan bagian dari beban hidupnya. Beban hidupnya kan stres, beban masa depan,” kata sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Rakhmat Hidayat saat dihubungi Kompas.com, Kamis (7/12/2023).
Baca juga: Sosiolog Duga Ayah Bunuh 4 Anak di Jagakarsa karena Depresi Dicibir Warga dan Masalah Ekonomi
Rakhmat menduga tindakan ekstrem itu dilakukan P dalam keadaan tidak sadar. Sebab, mengakhiri nyawa anak demi menghilangkan beban hidup merupakan pemikiran yang cetek.
Jika berpikir panjang, P seharusnya menyadari dampak dari perbuatannya itu yang justru tidak mengurangi beban hidupnya.
Justru, pembunuhan tersebut berimplikasi panjang sehingga P harus berhadapan dengan hukum dan masyarakat.
“Nah, karena apa? Dia enggak punya jalan pilihan lain, dia tidak punya solusi yang benar. Karena, ketika pelaku melakukan tindakan itu, dia kan sudah enggak punya rasional, dia sudah di bawah alam sadar, jalan pintas, pokoknya hidup atau mati, ya membunuh, selesai,” ucap Rakhmat.
Baca juga: Ibu dari Empat Bocah yang Tewas di Jagakarsa Sempat Muntah Darah karena Dianiaya Suami
Adapun Rakhmat menjelaskan, faktor psikologis dan sosial memengaruhi P sehingga diduga membunuh anaknya. Dua faktor tersebut saling beririsan dan berhubungan satu sama lain.
Faktor psikologis merujuk pada tekanan atau stres tingkat tinggi yang dialami P disebabkan oleh keadaan ekonomi, pekerjaan, serta hubungannya dengan istri berinisial D.
“Menurut saya, ini memberikan pengaruh dari segi psikologis bahwa dia punya masalah, stres, depresi, punya anak empat, istrinya masuk rumah sakit dan sebelumnya punya laporan polisi (kasus) KDRT. Artinya, ada rangkaian sebelum (peristiwa),” ungkap Rakhmat.
Secara sosiologis, Rakhmat melihat ada tekanan dari lingkungan sekitar atau tetangga yang menyebabkan P diduga membunuh anaknya.
Menurut Rakhmat, masyarakat lingkungan sekitar atau tetangga sudah mendengar bahwa P mempunyai reputasi buruk.
Baca juga: Ayah Pembunuh 4 Bocah di Jagakarsa Tak Ditangkap Usai Dilaporkan Aniaya Istri, Polisi Kesulitan?
Hal ini menyebabkan pelaku mengalami tekanan dari eksternal keluarga dan posisinya semakin terimpit.
“Bisa dalam bentuk cemooh, cibiran, diomongin sama tetangga, sama lingkungannya, digosipkan, dirumorkan. Nah, itu tekanan eksternal yang secara tidak langsung berpengaruh kepada sikap pelaku tersebut,” ujar Rakhmat.
Rakhmat berujar, pada akhirnya tekanan-tekanan tersebut terakumulasi lalu menimbulkan pikiran tidak rasional sehingga terlampiaskan kepada anaknya.