JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta diminta segera mengevaluasi pemberian dana hibah kepada wilayah penyangga, termasuk Bekasi, Jawa Barat.
Evaluasi ini dianggap perlu dilakukan setelah terungkapnya kasus korupsi dana hibah tersebut di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi.
"Memang dana hibah harus dievaluasi. Jadi (dana hibah) ini dijadikan ajang korupsi, baik dari Pemkot Bekasi maupun Pemprov DKI sendiri," ujar pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah saat dihubungi, Selasa (9/1/2024).
Baca juga: Dana Hibah Pemprov DKI ke Bekasi Dikorupsi, Komisi C DPRD: Kami Monitor karena itu Uang Rakyat
Menurut Trubus, penggelapan dana hibah untuk penanganan sampah bukan lagi merupakan rahasia, tetapi sulit untuk diberantas.
Dengan demikian, Trubus menilai, harus ada investigasi untuk membongkar kasus dugaan penyelewengan dana hibah.
"Kalau menurut saya, ini penyakit kronis yang di mana hibah, termasuk hibah sampah yang paling besar, Bantargebang kan Bekasi. Jadi itu harus ada investigasi, dibongkar semua," ucap Trubus.
Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Negeri Kota Bekasi menetapkan empat tersangka kasus dugaan tindak korupsi pengadaan ekskavator standar dan buldozer tahun 2021.
Satu dari empat tersangka merupakan mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (Kadis LH) Kota Bekasi Yayan Yuliana.
"Tim penyidik menetapkan tersangka dan penahanan terhadap empat orang terkait dugaan tindak pidana korupsi pengadaan ekskavator standar dan buldozer tahun 2021 pada Dinas Lingkuhan Hidup Kota Bekasi," ujar Kasie Intel Kejari Yadi Cahyadi, Kamis (4/1/2024).
Yadi mengatakan, sumber dana yang dikorupsi empat tersangka merupakan bantuan dari Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 22,9 miliar.
Keempat tersangka menggelapkan dana tersebut senilai kurang lebih Rp 5,1 miliar.
"Berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara oleh Inspektorat Daerah Kota Bekasi, kerugian negara yaitu sebesar Rp 5.184.214.545," jelas Yadi.
Baca juga: Dana Hibah ke Bekasi Dikorupsi, Pemprov DKI Didorong Lakukan Moratorium
Yadi mengatakan, selain Yayan Yuliana, ada dua tersangka yang juga aparatur sipil negara (ASN) Dinas Lingkungan Hidup.
"Satu, saudara T selaku PPK atau PNS di DLH saat itu. Dua, saudara IP selaku pelaksana pekerja atau kontraktor. Tiga, saudari DA selaku PPTK atau PNS di DLH. Sodara YY selaku kepala dinas pada saat itu," kata dia.
Empat tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Para tersangka sudah mengembalikan uang senilai Rp 5 miliar. Meski begitu, proses pidana akan tetap berjalan.
"Jadi berdasarkan UU Tipikor, Pasal 4 pun andai ada pengembalian, tidak menghapus sifat pelakunya, proses itu (hukum) tetap berlanjut," jelas Yadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.