JAKARTA, KOMPAS.com - Arifin (57), salah satu penjaga Tanjakan Lengkong mengatakan, ia dan teman-temannya harus berani tertabrak ketika ada pengendara sepeda motor yang mengabaikan aba-aba.
Hal tersebut disampaikan Arifin saat ada salah satu pengendara sepeda motor dari arah atas hendak ke bawah saat melintasi Tanjakan Lengkong yang berlokasi di Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Padahal, Arifin sudah memberikan aba-aba agar berhenti sementara waktu karena ada pengendara lain yang hendak melintas.
“Kalau enggak begini, ya dia (pengendara sepeda motor) jalan terus. Ya kami juga harus berani tertabrak,” ujar Arifin saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (23/1/2024).
Ayah tiga anak itu menyampaikan, para penjaga Tanjakan Lengkong ini menerapkan sistem buka tutup.
Hal tersebut demi menghindari “adu banteng” antar pengguna jalan mengingat Tanjakan Lengkong hanya muat satu motor saja.
Meski sudah ada penjagaan, terkadang ada saja pengendara motor yang mengacuhkan para penjaga. Alhasil, keributan antar pengendara sepeda motor tidak bisa terhindarkan.
Baca juga: Cerita Penjaga Tanjakan Lengkong di Pejaten Timur, Beribadah demi Keselamatan Pengendara
Arifin menjelaskan, ada beberapa alasan para pengendara sepeda motor melintasi jalur alternatif ini. Tetapi, salah satu penyebabnya adalah menghindari kemacetan di Jalan Raya Pasar Minggu menuju Tanjung Barat.
“Karena pengin memotong jalan. Lewat sana (Jalan Raya Pasar Minggu belok kiri ke arah Jalan Poltangan Raya) jauh dan macet. Karena (saat itu) ada pembangunan flyover tapal kuda (Tanjung Barat),” kata Arifin.
Walau pembangunan flyover Tapal Kuda Tanjung Barat telah rampung, sejumlah pengendara sepeda motor justru terbiasa melewati Tanjakan Lengkong yang menembus kawasan Poltangan—meski jumlahnya tak sebanyak sebelumnya.
“Kalau pagi, dari atas ke bawah, itu orang yang berangkat sekolah dan berangkat sekolah. Kalau sore ke malam dari bawah ke atas, itu orang pulang kerja. Nah kalau malam juga, dari atas ke bawah, itu orang yang mau dagang di Pasar Minggu,” ungkap Arifin.
Baca juga: Mengenal Tanjakan Lengkong di Permukiman Jakarta yang Disebut Mirip Rio de Janeiro
Menurut Arifin, menjadi penjaga Tanjakan Lengkong ini bukan hal yang mudah. Sebab, para penjaga Tanjakan Lengkong harus menahan kesabaran ketika ada pengendara yang susah diatur.
Kendati demikian, Arifin menganggap menjadi penjaga Tanjakan Lengkong merupakan ibadah kepada Sang Pencipta.
Dengan menjadi penjaga Tanjakan Lengkong, dia senang karena bisa menolong orang banyak.
“(Yang mendorong mau jadi penjaga) terutama adalah ibadah. Ibadah itu kan bukan cuma solat, ibadah itu luas. Kayak kamu menginformasikan agar orang banyak tahu, itu ibadah,” tutur Arifin.
“Yang terutama, tanamkan niat ibadah. Menolong orang yang jatuh di Tanjakan Lengkong atau menunjukkan jalan saat orang lewat sini, ibadah. Kalau hidup digunakan untuk ibadah, itu enjoy,” tutur Arifin sambil tersenyum.
Dalam tiga tahun terakhir ini, Arifin mengatakan bahwa para penjaga di Tanjakan Lengkong tidak mengharapkan imbalan dari pengguna jalan.
“Kami ini di sini membantu, bukan semata-mata untuk cari uang. Jadi, yang paling pertama adalah tanamkan dulu ibadah. Soal rezeki, itu urusan yang kuasa, urusan Allah. Ada yang kasih, Alhamdulillah. Kalau enggak, ya enggak apa-apa. Yang penting, pengguna jalan selamat sampai tujuan,” tegas Arifin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.