JAKARTA, KOMPAS.com - Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Rakhmat Hidayat menyarankan polisi mengarantina pelaku yang terlibat tawuran.
Sebab, pelaku tawuran rata-rata merupakan pelajar yang masih di bawah umur dan dilindungi Undang-Undang Perlindungan Anak.
“Bisa jadi perlu ada upaya kepolisian, ketegasan kepolisian yang nonhukum, tapi dalam bentuk pembinaan. Misalnya dalam bentuk pembinaan untuk mereka yang melakukan tawuran itu dikarantina beberapa hari di kepolisian yang bekerja sama dengan Rindam Jaya,” kata Rakhmat saat dihubungi Kompas.com, Jumat (2/2/2024).
“Mereka dididik, di-training, digembleng mengenai kebangsaan dan seterusnya. Ini bisa jadi beberapa opsi yang dilakukan untuk menekan itu (angka tawuran). Jadi, kalau melakukan tindakan hukum, agak berat,” lanjut dia.
Baca juga: Atasi Tawuran Pelajar di Jakarta, Sosiolog: Pendekatannya Harus Multikomprehensif
Rakhmat mengatakan, pendekatan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan kepolisian harus lebih komprehensif untuk mengatasi tawuran pelajar di Ibu Kota.
Sebab, meski Pemprov DKI Jakarta sudah punya terobosan mencabut Kartu Jakarta Pintar (KJP) milik pelajar yang terlibat, nyatanya tawuran kembali terjadi.
"Dinas Pendidikan DKI Jakarta itu juga bisa secara simultan, secara berkesinambungan, melakukan program-program preventif dengan kampanye anti-tawuran, bikin program semacam pelajar anti-tawuran, program-program kampanye yang lebih edukatif dan lebih interaktif untuk mempromosikan anti-tawuran," ungkap Rakhmat.
Baca juga: Kesaksian Warga Lihat Tawuran di Bekasi, Korban Berseragam Sekolah Terkapar dengan Luka di Kepala
Sementara itu, pihak kepolisian juga harus hadir secara rutin di setiap sekolah di wilayah hukum masing-masing.
"Misalnya, Kapolsek atau Kapolres setiap Senin pagi rutin menjadi pembina upacara untuk mempromosikan atau kampanye anti-tawuran. Nah, itu program yang bisa berjalan secara simultan," ucap Rakhmat.
Selain dua hal tersebut, Rakhmat menyarankan dua lembaga negara harus bekerja sama untuk mengampanyekan anti-tawuran melalui media sosial.
Meski begitu, Rakhmat juga mengungkapkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan tawuran antar-pelajar kembali terulang.
"Dari pihak keluarga juga, kontrol keluarga lemah, kurang maksimal. Karena, kalau mereka sudah keluar rumah, mereka sudah lepas kontrol. Itu sudah wilayah anak-anak masing-masing, termasuk juga sekolah ya," tutur Rakhmat.
"Sekolah itu, ketika anak-anak di dalam sekolah, mereka masih terkontrol. Tapi selepas keluar dari gerbang sekolah, nah ini yang menjadi problem di situ," imbuh dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.