Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sosiolog Usul Polisi Karantina Pelajar yang Terlibat Tawuran

Kompas.com - 02/02/2024, 13:49 WIB
Baharudin Al Farisi,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Rakhmat Hidayat menyarankan polisi mengarantina pelaku yang terlibat tawuran.

Sebab, pelaku tawuran rata-rata merupakan pelajar yang masih di bawah umur dan dilindungi Undang-Undang Perlindungan Anak.

“Bisa jadi perlu ada upaya kepolisian, ketegasan kepolisian yang nonhukum, tapi dalam bentuk pembinaan. Misalnya dalam bentuk pembinaan untuk mereka yang melakukan tawuran itu dikarantina beberapa hari di kepolisian yang bekerja sama dengan Rindam Jaya,” kata Rakhmat saat dihubungi Kompas.com, Jumat (2/2/2024).

“Mereka dididik, di-training, digembleng mengenai kebangsaan dan seterusnya. Ini bisa jadi beberapa opsi yang dilakukan untuk menekan itu (angka tawuran). Jadi, kalau melakukan tindakan hukum, agak berat,” lanjut dia.

Baca juga: Atasi Tawuran Pelajar di Jakarta, Sosiolog: Pendekatannya Harus Multikomprehensif

Rakhmat mengatakan, pendekatan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan kepolisian harus lebih komprehensif untuk mengatasi tawuran pelajar di Ibu Kota.

Sebab, meski Pemprov DKI Jakarta sudah punya terobosan mencabut Kartu Jakarta Pintar (KJP) milik pelajar yang terlibat, nyatanya tawuran kembali terjadi.

"Dinas Pendidikan DKI Jakarta itu juga bisa secara simultan, secara berkesinambungan, melakukan program-program preventif dengan kampanye anti-tawuran, bikin program semacam pelajar anti-tawuran, program-program kampanye yang lebih edukatif dan lebih interaktif untuk mempromosikan anti-tawuran," ungkap Rakhmat.

Baca juga: Kesaksian Warga Lihat Tawuran di Bekasi, Korban Berseragam Sekolah Terkapar dengan Luka di Kepala

Sementara itu, pihak kepolisian juga harus hadir secara rutin di setiap sekolah di wilayah hukum masing-masing.

"Misalnya, Kapolsek atau Kapolres setiap Senin pagi rutin menjadi pembina upacara untuk mempromosikan atau kampanye anti-tawuran. Nah, itu program yang bisa berjalan secara simultan," ucap Rakhmat.

Selain dua hal tersebut, Rakhmat menyarankan dua lembaga negara harus bekerja sama untuk mengampanyekan anti-tawuran melalui media sosial.

Meski begitu, Rakhmat juga mengungkapkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan tawuran antar-pelajar kembali terulang.

"Dari pihak keluarga juga, kontrol keluarga lemah, kurang maksimal. Karena, kalau mereka sudah keluar rumah, mereka sudah lepas kontrol. Itu sudah wilayah anak-anak masing-masing, termasuk juga sekolah ya," tutur Rakhmat.

"Sekolah itu, ketika anak-anak di dalam sekolah, mereka masih terkontrol. Tapi selepas keluar dari gerbang sekolah, nah ini yang menjadi problem di situ," imbuh dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Megapolitan
Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com