JAKARTA, KOMPAS.com - Zubaidi (54) tiba-tiba terjatuh saat bertugas mendistribusikan logistik Pemilu 2024 dari Gelanggang Olahraga Remaja (GOR) Matraman ke Kelurahan Utan Kayu Utara, Jakarta Timur, Selasa (13/2/2024) malam.
Petugas penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU) Utan Kayu Utara itu langsung memegang dadanya.
Kepada rekan kerjanya, Zubaidi mengeluhkan rasa sakit di bagian dada. Napasnya terasa sesak.
Baca juga: Tangis Keluarga PPSU Utan Kayu yang Tutup Usia Saat Bertugas Urus Logistik Pemilu
Melihat kondisi itu, teman Zubaidi menyuruhnya istirahat terlebih dahulu. Namun, ayah tiga anak ini menolak karena kotak suara yang harus diangkat masih menumpuk.
Terlebih, hari akan berganti beberapa jam lagi, pesta demokrasi warga Indonesia segera berlangsung pada 14 Februari 2024 pukul 07.00 WIB.
“Kata temannya, ‘Abang istirahat saja, ada hanyak kok ini yang angkat (logistik pemilu), jangan diteruskan’,” ujar istri Zubaidi, Tahiyat (53), menirukan percakapan suaminya dengan salah satu petugas PPSU Utan Kayu Utara, Kamis (15/2/2024).
“Eh dia (Zubaidi) bilang, ‘Gue enggak mau istirahat, pengin selesaikan pekerjaan gue, kalau ditunda-tunda, kelamaan, enggak beres-beres. Entar logistik pemilu malah terlambat, kita yang salah’. Ya akhirnya dikerjain lagi sama dia, diangkat lagi kotak suara,” tambah Tahiyat.
Tak berselang lama, Zubaidi makin sesak napas. Akhirnya dia duduk lalu berbaring. Kepalanya berbantal kardus coklat muda.
Teman kerjanya langsung menyingkapkan seragam PPSU Zubaidi sampai atas dada untuk mengoleskan minyak angin.
Zubaidi kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Jakarta Timur.
Mengetahui kabar tersebut, keluarga bertolak dari kediaman ke rumah sakit dengan jarak sekitar tiga kilometer.
Rasa cemas Tahiyat dan anak sulungnya, Diztio Indianto (28), menghantui sepanjang perjalanan.
“Belum sampai, baru turun di parkiran, bapak polisi samperin, dia nanya, 'Keluarga Bapak Zubaidi?'. Ibu yang dikasih tahu bapak sudah enggak ada (meninggal), (ibu) langsung pingsan,” ujar Tio, sapaan Diztio.
Tio tidak menyangka bahwa Zubaidi menghadap Sang Pencipta. Sebab, beberapa jam sebelum mengembuskan napas terakhir, sang ayah bercanda dan makan bersamanya.
Tahiyat juga merasakan hal serupa. Setelah matahari terbit dari ufuk timur, Zubaidi siap-siap berangkat kerja. Ia tak lupa sarapan dan berpamitan kepada teman hidupnya.