Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gejolak Perantau Asal Bukittinggi: 36 Tahun Bertahan Hidup di Tengah Kerasnya Ibu Kota

Kompas.com - 21/03/2024, 05:51 WIB
Baharudin Al Farisi,
Abdul Haris Maulana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah 36 tahun terakhir Hasan Basri (55) bertahan di Ibu Kota. Perjalanan hidup yang sebenarnya dia mulai setelah merantau dari Bukittinggi ke Jakarta pada 1989.

Saat itu, usianya masih 19 tahun. Benar-benar nekat. Sebab, Hasan hanya bermodalkan ijazah Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan uang Rp 10.000.

Ia bertolak dari Bukittinggi dengan duduk di kursi penumpang sebuah bus. Hasan tidak tahu transportasi yang dia setop di tengah jalan ini akan berhenti di wilayah mana.

Baca juga: Cerita Sopir Angkot di Jakarta, Merantau dari Bukittinggi di Usia 19 Tahun Bermodal Rp 10.000

Namun, satu hal yang pasti, pemberhentian terakhir bus tersebut adalah Jakarta. Setelah terbangun dari lelap tidurnya, Hasan akhirnya tiba di Terminal Kalideres, Jakarta Barat.

Entah apa yang harus ia lakukan pertama kali saat menginjakkan kaki di Kota Metropolitan. Tapi, ketika merogoh saku celana, uangnya tersisa Rp 10.000.

Dia sadar, doku itu hanya bertahan beberapa hari ke depan untuk sekadar makan dan minum. Oleh karena itu, ia putar otak agar bisa bertahan.

Calo penumpang dan terdampar

Dalam satu momen, Hasan terpaksa menjadi calo setelah melihat orang di suatu terminal yang mendulang calon penumpang untuk naik ke angkot atau metromini atau bus.

Pekerjaan sementara ini mengantarkan Hasan bisa pergi ke wilayah lain, yakni Kebayoran Baru, Kebayoran Lama, Blok M, Ciledug, dan lain-lain, selama satu bulan.

Meski berhasil menahan rasa lapar dan haus dari uang calo, Hasan tetap menanggung risiko sebagai perantau yang tidak mempunyai tempat tinggal. Alhasil, trotoar, halte, hingga kolong jembatan menjadi tempat dia bermalam.

“Pokoknya terdampar, dari celana saya putih menjadi hitam. Ya karena tidur di mana-mana,” ungkap Hasan sambil tertawan, ditemui Kompas.com di Terminal Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (20/3/2024).

Baca juga: “Kalau Dulu, Lebih Bagus Sopir Angkot daripada PNS”

Lebih baik bekelahi

Namun, menjadi calo penumpang pada saat itu tidak semulus bayangan pembaca Kompas.com. Terkadang, Hasan terpaksa berkelahi dengan orang lain yang disebut “pemegang wilayah”.

Hasan dianggap kurang ajar karena seenaknya menjadi calo penumpang tanpa “permisi” dengan sang “pemegang wilayah”.

“Daripada enggak makan, tahan rasa lapar, mending saya ribut. Saya kan bukan mencuri, cuma mau bantuin orang,” ujar Hasan.

Sambil menatap Terminal Pasar Minggu, Hasan mengatakan bahwa merantau ke Ibu Kota merupakan suatu hal yang tidak pernah dia sesalkan.

“(Kalau dulu, perantau enggak punya teman di Ibu Kota), susah. Hidup di Jakarta ini susah dulu. Digebukin kita masuk ke Terminal kalau enggak ada yang kita kenal,” kata Hasan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penampakan Rumah TKP Penusukan Seorang Ibu oleh Remaja Mabuk di Bogor, Sepi dan Tak Ada Garis Polisi

Penampakan Rumah TKP Penusukan Seorang Ibu oleh Remaja Mabuk di Bogor, Sepi dan Tak Ada Garis Polisi

Megapolitan
Anggap Pendaftaran Cagub Independen DKI Formalitas, Dharma Pongrekun: Mustahil Kumpulkan 618.000 Pendukung

Anggap Pendaftaran Cagub Independen DKI Formalitas, Dharma Pongrekun: Mustahil Kumpulkan 618.000 Pendukung

Megapolitan
Resahnya Arya Naik JakLingko, Dapat Sopir Ugal-ugalan yang Tengah Diteror 'Debt Collector'

Resahnya Arya Naik JakLingko, Dapat Sopir Ugal-ugalan yang Tengah Diteror "Debt Collector"

Megapolitan
3 Jenazah Korban Kebakaran Kapal di Muara Baru Diketahui Identitasnya

3 Jenazah Korban Kebakaran Kapal di Muara Baru Diketahui Identitasnya

Megapolitan
Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tambah Fasilitas 'One Stop Service' untuk Calon Jemaah

Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tambah Fasilitas "One Stop Service" untuk Calon Jemaah

Megapolitan
Polisi Sebut STIP Terbuka dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna yang Dianiaya Senior

Polisi Sebut STIP Terbuka dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Maling Motor di Tebet Sempat Masuk ICU gara-gara Dikeroyok Warga

Maling Motor di Tebet Sempat Masuk ICU gara-gara Dikeroyok Warga

Megapolitan
“Kalau Bung Anies Berniat Maju Pilkada DKI Lewat PDI-P, Silakan Daftar'

“Kalau Bung Anies Berniat Maju Pilkada DKI Lewat PDI-P, Silakan Daftar"

Megapolitan
Jelang Pilkada 2024, Satpol PP DKI Minta Parpol Izin Saat Pasang Alat Peraga Kampanye

Jelang Pilkada 2024, Satpol PP DKI Minta Parpol Izin Saat Pasang Alat Peraga Kampanye

Megapolitan
Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Kebut Persiapan, Prioritaskan Jemaah Lansia

Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Kebut Persiapan, Prioritaskan Jemaah Lansia

Megapolitan
Tepergok Hendak Curi Motor, Maling di Koja 'Video Call' Ibunya Saat Diciduk Warga

Tepergok Hendak Curi Motor, Maling di Koja "Video Call" Ibunya Saat Diciduk Warga

Megapolitan
Kronologi Remaja Tikam Seorang Ibu di Bogor, Berawal dari Mabuk dan Panik

Kronologi Remaja Tikam Seorang Ibu di Bogor, Berawal dari Mabuk dan Panik

Megapolitan
Maju Pilkada DKI Jalur Independen, Dharma Pongrekun: Mau Selamatkan Rakyat

Maju Pilkada DKI Jalur Independen, Dharma Pongrekun: Mau Selamatkan Rakyat

Megapolitan
Dishub DKI Minta Warga Laporkan ke Aplikasi JAKI jika Temukan Jukir Liar di Minimarket

Dishub DKI Minta Warga Laporkan ke Aplikasi JAKI jika Temukan Jukir Liar di Minimarket

Megapolitan
Buntut Penganiayaan Taruna STIP, Desakan Moratorium hingga Penutupan Sekolah Menguat

Buntut Penganiayaan Taruna STIP, Desakan Moratorium hingga Penutupan Sekolah Menguat

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com