JAKARTA, KOMPAS.com - Tukang bubur sekaligus pengemudi ojek online (ojol) bernama Ilham Fajri Makruf (27) menyarankan agar dana Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dikelola oleh pihak swasta.
“Kalau kebijakan itu (Tapera) diterapkan dan yang menghimpun dananya lembaga swasta yang punya track record baik, mungkin bakal lebih percaya,” kata Ilham di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (30/5/2024).
Sebab, Ilham masih khawatir dengan pengelolaan Tapera, mengingat banyak kasus besar yang mencuat di Indonesia, seperti perkara korupsi PT Asabri dan eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Rafael Alun.
Baca juga: Tak Setuju Gaji Dipotong Tapera, Pekerja di Jakarta: Gaji Sudah Pas-pasan
“Soalnya banyak kasus juga, entah korupsi atau apa, masyarakat sudah bayar tapi malah dibawa kabur, entah ke mana uangnya,” kata Ilham
“Sebenarnya masyarakat butuh garansi saja sih. Karena ini kan uang yang dijanjikan untuk masa tua atau tempat tinggal. Kalau dikorupsi, kasihan saja mimpinya harus ambyar,” lanjutnya.
Meski begitu, dia mengaku setuju dengan penerapan kebijakan Tapera yang akan dipungut sebesar tiga persen dari gaji setiap bulan.
Alasan utamanya adalah dengan penerapan Tapera pada 2027 mendatang, Ilham merasa akan terjamin di masa tua.
“Besaran pokoknya juga enggak besar. Jadi, punya simpanan tambahan di masa tua. Setidaknya, masa tuanya akan lebih terjamin,” ujar Ilham.
Berbeda dengan Ilham, karyawan swasta bernama Riska Wulandari (27) mengaku tidak setuju soal penerapan Tapera dengan membayar iuran tiga persen dari gaji setiap bulannya.
Menurutnya, pemerintah tidak perlu mengurus masyarakat agar menyisihkan uang untuk menabung di masa depan.
“Dengan penjelasan mempermudah KPR dan tenor sampai 30 tahun, siapa juga yang mau cicil rumah dengan cicilan 30 tahun lamanya? Ya 15 tahun saja, orang-orang tuh pada pikir-pikir,” kata Riska dalam kesempatan berbeda.
Terlepas dari itu, Riska menilai penerapan Tapera hanyalah akal-akalan pemerintah mengingat kebijakan tersebut dianggap serupa dengan dana pensiun atau BPJS Ketenagakerjaan.
“Sudah gitu, untuk saya yang pernah bantuin orang urus dana pensiun, itu repotnya setengah mati. Lebih baik pemerintah membereskan administrasinya dulu,” tegas Riska.
Baca juga: Pekerja Ini Lebih Setuju Program DP 0 Persen Dikaji Ulang daripada Gaji Dipotong Tapera
Oleh karena itu, Riska menegaskan, pemerintah sudah cukup membantu dengan BPJS Ketenagakerjaan dan tidak perlu iuran Tapera.
“Kalau pemerintah mau membenahi atau mau membantu masyarakat, kayaknya naikin gaji UMR saja deh. Kalau orang gajinya sudah cukup, orang enggak akan pikir panjang untuk menabung beli rumah,” kata Riska.
“Sekarang gini, gaji pas-pasan,UMR Jakarta Rp 5 juta, itukan pas banget buat orang yang tinggal di Jakarta untuk transportasi, untuk makan, kos dan lain lain. Terus, nabung juga kayak cuma Rp 150.000 atau Rp 200.000 untuk rumah di masa depan. Kayaknya, enggak sih,” lanjut dia.
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada 20 Mei 2024.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah pemotongan gaji karyawan, termasuk karyawan swasta dan pegawai mandiri sebesar 3 persen per bulan sebagai iuran peserta Tapera.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.