JAKARTA, KOMPAS.com - Kejahatan seksual terhadap anak di Jabodetabek terus bermunculan selama beberapa waktu terakhir, dengan modus dan ancaman beragam dari setiap pelakunya.
Terbaru, pria paruh baya bernama Royan diduga mencabuli 11 anak-anak dengan modus penyewaan sepeda listrik kepada setiap korbannya.
Aksi bejat pria 55 tahun ini terjadi wilayah Kampung Situ Pete, Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat.
Kejahatan seksual sebelumnya juga terjadi di Jakarta. Seorang ibu berinisial NKD (46) di Jaktim merekam aksi persetubuhan anak kandung, RH (16), dengan pacarnya.
Masih di wilayah Jaktim, seorang ayah berinisial AL (48), tega menyetubuhi putri kandungnya sendiri, KAZ yang masih di bawah umur. Pelaku melakukan sejak tahun 2019 atau saat korban masih berusia 8 tahun.
Dari sederet kasus itu membuktikan bahwa kejahatan seksual terhadap anak pun terus berlangsung, tak berjeda.
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra mengatakan, kejahatan seksual terhadap anak yang terus terulang menjadi fenomena gunung es.
Baca juga: Pelaku Pencabulan 11 Anak di Bogor Terancam Hukuman 15 Tahun Penjara
"Karena sering kali kasus kejahatan seksual anak di suatu daerah adalah fenomena gunung es, yang terbaca kita semua anak anak yang berani melapor saja," kata Jasra kepada Kompas.com, Kamis (30/5/2024).
Data KPAI mencatat, anak yang menjadi korban kejahatan seksual mencapai 358 kasus, berdasarkan laporan masuk periode Januari sampai Desember 2023.
Kejahatan seksual anak berada di posisi kedua aduan KPAI setelah isu keluarga dan pengasuhan alternatif yang jumlahnya mencapai sekitar 1.524 kasus.
Jasra menilai, kasus kejahatan seksual terhadap anak terjadi karena umumnya mereka belum bisa membela diri sehingga pelaku dengan mudah untuk menguasai.
Baca juga: Ibu Rekam Anak Bersetubuh dengan Pacar, Bukti Runtuhnya Benteng Perlindungan oleh Orangtua
"Akibat kondisi fisik, kognitif atau pemahaman dan emosi masih membutuhkan ruang belajar, bertumbuh dan berkembang dan figur yang menetap," kata Jasra.
Peristiwa pencabulan terhadap 11 anak di Bogor dianggap patut direspon dengan cepat, salah satunya layanan penanganan psikologis korban sangat menentukan masa depan.
"Orangtua dapat mengecek kepada anaknya masing-masing. Agar bila ditemukan korban, dapat segera mendapatkan penanganan yang tepat," kata Jasra.
Para ahli disebut telah menyampaikan dalam Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengenai situasi korban kejahatan seksual anak dapat mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular.
Baca juga: Ayah di Jaktim Setubuhi Anak Kandung sejak 2019, Korban Masih di Bawah Umur