Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ayah Jajakan Ginjal Seharga Ijazah Anaknya di Bundaran HI

Kompas.com - 26/06/2013, 13:00 WIB
Zico Nurrashid Priharseno

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Di tengah teriknya sinar matahari yang menerpa Ibu Kota, seorang bapak dan putrinya memegang poster dan menunjukkannya kepada para pengendara mobil yang melintas di Bundaran Hotel Indonesia. Pada poster itu, sang ayah menawarkan ginjal untuk menebus ijazah putrinya itu yang bernama Sarah Meylanda Ayu.

Dia adalah Sugiyanto. Dia terpaksa melakukan hal tersebut demi menebus ijazah Ayu di Pondok Pesantren Al Asriyah Nurul Iman. Untuk menebus ijazah anak keduanya itu, pria yang bekerja sebagai penjahit itu harus membayar Rp 17 juta.

Sampai saat ini, ijazah SMP dan SMA Ayu selama bersekolah di pesantren itu belum juga diambilnya. "Jangankan ginjal, jantung pun saya jual jika ada yang mau. Demi anak saya, saya rela mati," kata Sugiyanto di Bundaran HI, Rabu (26/6/2013).

Sugiyanto mengatakan, tadinya ia diharuskan membayar sejumlah uang administrasi selama Ayu menempuh pendidikan di pondok pesantren yang terletak di Desa Waru Jaya, Parung, Bogor. Dia diharuskan membayar Rp 70 juta. Sebab, sekolah itu meminta Sugiyanto membayar Rp 20.000 per hari sejak Ayu masuk pesantren dari tahun 2005.

"Tapi, setelah saya ngomong dengan pihak sekolah, akhirnya sekolah memutuskan agar saya bayar uang ijazahnya saja. Yang Rp 70 juta dibebaskan," ujarnya.

Walau demikian, ia tetap belum mampu menebus ijazah yang diminta pesantren tersebut. Untuk menebus ijazah SMP anaknya, Sugiyanto harus membayar Rp 7 juta, sementara untuk ijazah SMA Rp 10 juta.

Sugiyanto tidak mampu membayarkan ijazah anaknya karena ia tidak mempunyai penghasilan tetap. Warga Kebon 200, Kelurahan Kamal, Jakarta Barat, ini sehari-harinya menerima pesan jahit pakaian di dekat rumahnya. Penghasilannya hanya sekitar Rp 60.000 sampai Rp 80.000 per hari. Itu pun untuk memenuhi kebutuhan hidup kelima anaknya.

Sugiyanto mengaku sudah tidak tahu lagi bagaimana cara mencari uang untuk menebus ijazah anaknya itu. Tiga bulan lalu, ia sudah membicarakan permasalahan ini ke Komnas HAM, Kementerian Agama, dan Kementerian Pendidikan. Akan tetapi, belum ada tanggapan dari ketiga lembaga itu.

"Rp 1 miliar pun sebenarnya saya tidak akan mau untuk menjual ginjal saya. Tapi, demi sekolah anak, saya rela menjualnya," ucapnya.

Ayu bersekolah di pondok pesantren itu sejak tahun 2005. Ketika itu, ia mengenyam bangku SMP. Awalnya, pihak pesantren tidak memungut biaya dari murid-muridnya, tetapi ketika pemilik pesantren itu meninggal pada tahun 2010, terjadi perubahan sistem yang mengharuskan para murid di pesantren tersebut untuk membayar biaya administrasi.

Ayu lulus SMA pada 2012. Ia sempat melanjutkan kuliah di pesantren tersebut beberapa bulan. Akan tetapi, karena ia tidak sanggup membayar uang administrasi, akhirnya ia memutuskan untuk berhenti kuliah.

"Mau sekolah tidak bisa, kuliah tidak bisa. Ijazahnya saja tidak bisa diambil karena belum bayar," ujar gadis berjilbab itu lirih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ribuan Polisi Amankan Aksi May Day, Kapolres: Tidak Bersenjata Api untuk Layani Buruh

Ribuan Polisi Amankan Aksi May Day, Kapolres: Tidak Bersenjata Api untuk Layani Buruh

Megapolitan
Korban Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan, Jasad Mengapung 2,5 Kilometer dari Titik Kejadian

Korban Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan, Jasad Mengapung 2,5 Kilometer dari Titik Kejadian

Megapolitan
Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang, Lalin Sempat Tersendat

Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang, Lalin Sempat Tersendat

Megapolitan
Jalanan Mulai Ditutup, Ini Rekayasa Lalu Lintas di Jakarta Saat Ada Aksi 'May Day'

Jalanan Mulai Ditutup, Ini Rekayasa Lalu Lintas di Jakarta Saat Ada Aksi "May Day"

Megapolitan
Massa Aksi 'May Day' Mulai Berkumpul di Depan Patung Kuda

Massa Aksi "May Day" Mulai Berkumpul di Depan Patung Kuda

Megapolitan
Rayakan 'May Day', Puluhan Ribu Buruh Bakal Aksi di Patung Kuda lalu ke Senayan

Rayakan "May Day", Puluhan Ribu Buruh Bakal Aksi di Patung Kuda lalu ke Senayan

Megapolitan
Pakar Ungkap 'Suicide Rate' Anggota Polri Lebih Tinggi dari Warga Sipil

Pakar Ungkap "Suicide Rate" Anggota Polri Lebih Tinggi dari Warga Sipil

Megapolitan
Kapolda Metro Larang Anggotanya Bawa Senjata Api Saat Amankan Aksi 'May Day'

Kapolda Metro Larang Anggotanya Bawa Senjata Api Saat Amankan Aksi "May Day"

Megapolitan
3.454 Personel Gabungan Amankan Aksi “May Day” di Jakarta Hari Ini

3.454 Personel Gabungan Amankan Aksi “May Day” di Jakarta Hari Ini

Megapolitan
Ada Aksi “May Day”, Polisi Imbau Masyarakat Hindari Sekitar GBK dan Patung Kuda

Ada Aksi “May Day”, Polisi Imbau Masyarakat Hindari Sekitar GBK dan Patung Kuda

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 1 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 1 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Spanduk Protes “Jalan Ini Sudah Mati” di Cipayung Depok | Polisi Temukan Tisu “Magic” di Tas Hitam Diduga Milik Brigadir RAT

[POPULER JABODETABEK] Spanduk Protes “Jalan Ini Sudah Mati” di Cipayung Depok | Polisi Temukan Tisu “Magic” di Tas Hitam Diduga Milik Brigadir RAT

Megapolitan
Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Megapolitan
Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDI-P

Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDI-P

Megapolitan
Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com