"DKI itu barometer untuk Indoneia. Jangan menciptakan kepemimpinan yang provokatif ke daerah-daerah. Nanti bisa jadi bumerang. Jangan sampai nanti menimbulkan perang saudara," kata Ketua Asosiasi PKL Indonesia (APKLI) DKI Jakarta Hoiza Siregar di Jakarta, Jumat (12/7/2013).
Menurutnya, saat ini ada sekitar 1.000 PKL yang menjajakan dagangannya di sekitar Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dari jumlah tersebut, 30 persen PKL tidak memiliki KTP DKI.
Artinya, paling tidak sebanyak 300 PKL terancam terusir dari Pasar Tanah Abang. Sebaliknya, 700 PKL lainnya bisa menempati Blok G Pasar Tanah Abang yang disiapkan Pemprov DKI untuk menampung PKL.
"Sebenarnya bukannya mereka enggak mau mengurus KTP DKI. Selama ini kalau enggak punya Rp 400.000 hingga Rp 500.000 kan enggak bisa punya KTP dan KK DKI," ujar Hoiza.
"Lagian boro-boro mau mengurus KTP DKI. Dapat uang makan saja udah bersyukur," kata dia lagi.
Dari penelusuran Warta Kota di Pasar Tanah Abang, dari lima PKL yang ditemui, tiga di antaranya merupakan pendatang dari luar Jakarta dan tidak memiliki KTP DKI. Hanya dua yang memiliki KTP DKI dan merupakan warga asli sekitar Pasar Tanah Abang.
"Enggak dia pikirkan dampaknya, (bagaimana kalau) tiba-tiba di Medan sana ada yang ber-KTP DKI diusir? Atau di Surabaya orang ber-KTP DKI diusir?" kecam Hoiza.
Menurut Hoiza, sebagai pemimpin, pernyataan Basuki itu sangat tak pantas. "Jangan sembarangan bicara. Enggak sopan itu namanya," kata dia.
Ditinjau dari segi hukum, kata Hoiza, pengusiran PKL ber-KTP non-DKI tidak diatur dalam UU apa pun. Tidak ada UU yang menyatakan pemerintah boleh mengusir warga yang KTP-nya tidak sesuai dengan tempat tinggal. Tidak ada di SK gubernur, perda, ataupun peraturan menteri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.