JAKARTA, KOMPAS.com
 — "Sarimin pergi ke pasar. Sarimin membawa keranjang." Ungkapan itu langsung mengingatkan kita pada pertunjukan seekor monyet yang menirukan polah manusia.

Siapa tak kenal Sarimin? Lewat tingkah kocaknya meniru polah manusia, hewan jenis primata itu menghibur anak-anak hingga orang dewasa dari gang ke gang, pasar, tempat keramaian, sampai di pinggir jalan raya.

Awalnya, setiap monyet dalam pertunjukan selalu menggunakan nama Sarimin. Namun, setelah makin banyak pertunjukan topeng monyet jalanan, bermunculanlah nama-nama baru, seperti Memet, Ocin, dan nama pasaran lainnya.

Sabtu (9/11/2013) pukul 07.00 pagi, Ocin menghibur anak-anak di Paninggilan Utara, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang, Banten. Diiringi rekaman musik, monyet berekor panjang dan mengenakan baju singlet itu berlenggak-lenggok membawa payung.

Tak lama kemudian, Ocin naik sepeda motor. Ia juga memerankan seorang teroris yang terkena tembak polisi dengan berpura-pura jatuh ke tanah saat mendengar suara tembakan. Adegan terakhir, Ocin mengambil topeng mirip Cesar (pendatang baru dalam dunia hiburan yang lagi naik daun lewat goyangan khasnya). Selanjutnya, dengan topeng yang menutup wajahnya dia berjalan menghampiri pengunjung sembari menyodorkan ember kecil untuk diisi dengan uang.

Baru sejam berlalu, bunyi musik pertunjukan monyet kembali memecah keheningan pagi. Segera, anak-anak mendatangi asal bunyi dan duduk manis menyaksikan pertunjukan si Memet. Gerakan yang dipertunjukkan Memet sama dengan gerakan yang dipertontonkan Ocin. Musiknya pun sama. Selain Memet, dua dalang topeng monyet ini berbeda dengan dalangnya Ocin.

”Sudah seminggu saya masuk Ciledug (Tangerang). Sebelumnya, saya sering pertunjukan keliling Jakarta, mulai dari Duren Sawit, Tanah Abang, sampai Grogol,” kata Karna (32). Dalam aksi pertunjukan, Karna dibantu rekannya, Iing (30). Keduanya tinggal di Cililitan, Jaktim.

Karna yang sudah delapan tahun menekuni pertunjukan topeng monyet ini terpaksa mencari lahan baru setelah ia dan rekan-rekannya tergusur dari Jakarta. Hal itu dilakukan untuk menghidupi dua anaknya dan seorang istri.

Terkadang Karna dan Iing (yang baru tiga tahun mengikuti Karna) memilih mangkal di Pasar Tanah Abang dan Terminal Grogol. ”Kalau lagi ramai bisa Rp 100.000-Rp 150.000. Kalau sepi, paling Rp 40.000,” ujarnya.

Setelah dipotong pengeluaran (termasuk makan, minum), pendapatan yang diperoleh seharian langsung dibagi untuk berdua.

Karna dan para pelaku pertunjukan topeng monyet lainnya tergusur dari Jakarta sejak Oktober 2013. Gubernur Joko Widodo mematok Jakarta bebas topeng monyet pada 2014. Alasannya, permainan topeng monyet telah menyiksa fisik hewan. Untuk itu , Pemprov DKI akan membeli monyet-monyet tersebut dan akan memindahkannya ke Taman Margasatwa Ragunan.

Kota Tangerang selalu mendapatkan imbas dari sejumlah kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Tak hanya pedagang kaki lima yang digusur bergeser ke Kota Tangerang. Topeng monyet pun begitu. (PIN)