"Monggo (silakan) Jokowi kalau mau jadi presiden, tapi jangan membuat malapetaka di DKI. Jadi, kalau dia mundur, pemerintahan Jakarta tetap berjalan," kata Taufik, di Jakarta, Senin (19/5/2014).
Ia menjelaskan, bila Jokowi hanya mengajukan izin gubernur nonaktif dan tidak mengundurkan diri, wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama, hanya akan berperan sebagai Pelaksana Harian (Plh) Gubernur. Apabila hanya menjabat sebagai Plh, seorang pejabat tidak dapat mengambil keputusan strategis.
Sebaliknya, bila Jokowi mengundurkan diri, Basuki akan menjadi Pelaksana Tugas (Plt). Menjadi Plt, kata Taufik, dapat melekat seluruh fungsi dan tugas gubernur.
"Kalau tidak salah, bulan depan sudah perumusan APBD Perubahan, apa harus menunggu Jokowi selesai nonaktif untuk menandatangani semua dokumen Rancangan APBD? Plh mana boleh tanda tangan sesuatu yang strategis?" kata Taufik yang juga lolos menjadi anggota DPRD DKI periode 2014-2019 ini.
Selain itu, lanjut dia, sebagai Plh, Basuki juga tidak bisa mengangkat sekretaris daerah (sekda) DKI. Hingga kini, DKI belum memiliki sekda definitif. Seharusnya, Jakarta sebagai ibu kota negara dengan fungsinya yang strategis tidak ditinggalkan oleh pemimpinnya.
"DPRD juga tidak dilihat oleh Gubernur, kalau mau nyapres itu minta izin ke dewan dulu karena DPRD ini representatif rakyat, saya khawatir keberadaan DPRD tidak dianggap Gubernur," kata Taufik.
Ditemui pada kesempatan terpisah, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Didik Suprayitno mengatakan, Wagub Basuki akan menjadi Plt Gubernur, yang akan menjalankan tugas kegubernuran.
Sebagai Plt, Basuki dapat menjalankan sejumlah kebijakan gubernur, termasuk mutasi pegawai negeri sipil (PNS), tetapi dengan syarat mendapat persetujuan Mendagri terlebih dahulu. Mendagri pun akan berkoordinasi lebih lanjut bersama Jokowi.
Mendagri, kata dia, akan menghubungi gubernur definitif nonaktif, apakah setuju atau tidak usulan mutasi PNS tersebut.
Aturan tersebut telah tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2008 tentang pengubahan ketiga atas PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan, dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Sementara itu, Pasal 132 A menyebutkan, Plt kepala daerah dapat membuat kebijakan, kecuali membatalkan perizinan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya atau mengeluarkan perizinan yang bertentangan, membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dari sebelumnya, dan membuat kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya. Khusus mutasi dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis Mendagri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.