Aksi mereka menghalangi pengendara motor, pedagang kaki lima dan parkir liar di trotoar dilakukan semata-mata untuk menciptakan kondisi trotoar yang aman, nyaman sekaligus menciptakan kedisiplinan di dalam masyarakat. Lebih dari itu, komunitas ini juga memiliki banyak harapan untuk Pemprov (pemerintah provinsi) DKI Jakarta. Mereka ingin Pemprov DKI Jakarta ikut memperhatikan keberadaan para pejalan kaki yang terabaikan selama ini.
“Pemprov DKI seharusnya sudah mulai memperlakukan pejalan kaki dan pesepeda di kasta tertinggi transportasi. Dengan Indonesia menandatangani Environmental Sustainable Transportation, maka seharusnya kita menjunjung transportasi yang menggunakan BBM (bahan bakar minyak) seminim mungkin,” kata inisiator Koalisi Pejalan Kaki, Anthony Ladjar, kepada Kompas.com, Senin (11/8/2014).
Menurut dia, Jakarta sebagai miniatur bisa memulai dengan mengubah design trotoar menjadi ramah bagi pejalan kaki dan penyandang disabilitas, sehingga tidak hanya formalitas saja. Bila perlu, Pemprov DKI jakarta memperkerjakan beberapa penyandang disabilitas untuk menjadi konsultan bagi fasilitas pejalan kaki.
Anthony juga meminta parkir motor di depan kantor Gubernur juga dibersihkan. “Kalau enggak salah, Ahok pernah menegur Dubes Amerika Serikat tentang trotoarnya. Namun, karena protokoler, akhirnya pemerintah lebih mementingkan keamanan Kedubes AS ketimbang pejalan kaki,” sambungnya.
Lebih lanjut, kata Anthony, pejalan kaki harus lewat jalan raya, terkadang makin ke tengah karena tertutup kawat duri Kedubes Amerika Serikat. “Phobia yang seharusnya tidak terjadi,” ujarnya.
KoPK juga berharap pemerintah berhenti membanguin JPO (jembatan penyeberangan orang). “Selain mahal, JPO ternyata menyulitkan pejalan kaki. JPO aman tetapi tidak nyaman,” ujar dia.
Anthony memandang bahwa orang yang berpolusi (pejalan kaki) diberi akses yang sulit, sementara penyebar polusi dapat dengan mudah melintas tanpa penghalang. “Seharusnya pemerintah menerapkan Zebra Cross bagi pejalan kaki,” ujarnya.
Anthony juga meminta Pemprov DKI jakarta untuk menyatukan trotoar di bawah Dinas Perhubungan. “Kalau di bawah Dinas Pertamanan, seolah-olah trotoar itu sebagai hiasan dan bukan bagian dari jalan, sementara UU tentang jalan dan lalu lintas tidak berkata trotoar sebagai hiasan,” pungkasnya.
Harapan yang sama disampaikan Nurul, salah satu anggota Koalisi Pejalan Kaki. Menurut dia, hanya 20 persen trotoar di Jakarta yang layak sedangkan 80 persen belum layak. Bahkan, di beberapa jalan di Jakarta juga belum memiliki trotoar.
“Kami ingin pengendara yang melintas di trotoar untuk ditindak dengan tegas oleh petugas. Mereka yang parkir liar dan memanfaatkan area pedestrian untuk berjualan pun harus ditertibkan,” ujar Nurul.
Dia juga berharap, Pemprov DKI Jakarta bisa membuka ruang diskusi dan komunikasi dengan komunitas mereka. “Pernah Pak Pristono (mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta). Kami sempat ngobrol tetapi banyak yang belum direalisasikan,” sambungnya.
Untuk itu, mereka berharap Pemprov DKI Jakarta bisa bekerjasama dengan Koalisi Pejalan Kaki untuk meciptakan trotoar yang aman dan nyaman bagi pengguna jalan di Ibukota Jakarta. Sebagai informasi, Koalisi Pejalan Kaki ini dibentuk sejak Agustus 2011. Tujuan komunitas ini untuk mengkampanyekan dan mewujudkan trotoar yang aman dan nyaman bagi pejalan kaki. Agar hak-hak pejalan kaki juga ikut diperhatikan pemerintah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.