Namanya memang Rumah si Pitung, tapi sebenarnya rumah itu adalah milik Haji Syaifudin, seorang tuan tanah kenalan Pitung. Alkisah, Pitung yang kerap berurusan dengan para kompeni Belanda itu sempat bersembunyi di sana.
Pitung menjadi buruan akibat ulahnya merampok orang kaya. Beragam cerita menyebutkan, hasil rampokan itu digunakan Pitung untuk mendanai perjuangan melawan Belanda. Ada pula cerita bahwa hasil rampokan dibagi-bagikan untuk rakyat kecil.
"Dia merampok orang kaya untuk orang yang membutuhkan," kata Farhan, juru pelihara Rumah si Pitung, kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu. Sepak terjang si Pitung belakangan membuat dia dijuluki sebagai Robin Hood Betawi, layaknya jago panah dari Inggris yang juga seorang perampok "budiman".
Namun, sosok si Pitung bukan pahlawan. "Statusnya bukan seperti pahlawan nasional, tapi legenda kedaerahan saja," ujar Farhan.
Saksi bisu
Namun, tutur Farhan, si Pitung akhirnya tertangkap juga. Konon, ujar dia, Pitung dimutilasi karena terlalu sakti. Sebelumnya, Pitung dilumpuhkan dengan peluru emas.
"Matinya dia dipisah kepala, badan, dan kaki. Jadi tidak bangkit kembali," ujar Farhan. Dari beragam kisah turun-temurun secara lisan, ketiga bagian tubuh Pitung itu dibawa ke tiga tempat berbeda pula.
Tak ada informasi pasti soal tiga lokasi tempat bagian tubuh Pitung itu ditempatkan. Farhan mengatakan, tiga tempat yang sering disebut adalah Rawa Belong, Depok, dan Pekojan. "Bisa benar, bisa tidak," ujar dia.
Cagar budaya
Pada 1972, kata Farhan, Pemda DKI membeli rumah si Pitung dari keluarga Syaifudin. Setelah dibeli, rumah itu diubah menjadi cagar budaya. "Pengambilalihan melalui transaksi jual beli dari pemda dan warga," ujarnya tanpa merinci.
Benda peninggalan yang dipasang di rumah si Pitung menurutnya sudah berupa replika. Benda asli, lanjutnya, sudah hancur karena berbagai faktor.
Pada 2010, rumah si Pitung yang berdiri di lahan 150 meter persegi dari total lahan 2.500 meter persegi itu dipugar. Tiang kaki dan genteng rumah panggung diganti. Bagian kaki sudah keropos karena termakan usia dan cuaca.
"Sebagian ada yang rapuh dan keropos. Tiang-tiang di bawah pada baru. Setelahnya, sampai di loteng masih asli," ujar Farhan.