Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sopir Bus Setuju Penghapusan Sistem Setoran

Kompas.com - 09/01/2015, 19:53 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa sopir bus mengaku setuju dengan rencana Pemerintah DKI Jakata untuk menghapus sistem setoran. Mereka juga senang jika pemerintah memberlakukan sistem gaji bulanan.

Salah satunya yakni Albert Sitorus (50), sopir bus PPD 213 jurusan Kampung Melayu-Grogol. "Kalau saya senang. Karena pendapatan sehari-hari sekarang kadang tidak sesuai lagi untuk menghidupi dua orang anak. Taraf hidup kami pengemudi ini sekarang jauh di bawah standar," kata Albert, kepada Kompas.com, di Terminal Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur, Jumat (9/1/2015) petang.

Albert mengatakan, sistem setoran PPD untuk trayek operasional sangat membebaninya. Sebab, biaya setorannya mencapai Rp 1.600.000 per hari. Itu belum termasuk solar Rp 700.000 per hari.

"Jadi kita setor sehari itu Rp 2,2 juta lah. Itu setoran terbesar se-Indonesia," seloroh Albert.

Kadang, kata dia, kalau sedang bernasib mujur, ia dapat memenuhi setoran dan memeroleh selisih Rp 150.000. Namun, jika tidak, kadang ia hanya membawa Rp 30.000.

"Itu kita dapat dari sisa kalau sudah setoran sama solar," ujar Albert.

Sopir PPD 213 lainnya, John Awir Nasution (43) menyatakan hal senada. Ia mengaku setuju dengan sistem gaji bulanan. Pasalnya, setoran harian yang tinggi membuat dia dan para supir lainnya seperti dikejar-kejar target.

"Intinya kalau memang di angkutan umum ada gaji, kita lebih tertib. Jadi tidak akan turunkan penumpang di sembarang tempat. Buat apa cari resiko? Nanti kalau penumpang jatuh bagaimana?" ujar John.

Togi (50), sopir Metro Mini 46, Kampung Melayu-Pulogadung ini juga mengungkapkan senada. Menurut Togi, setoran tinggi selama ini membuat sopir tidak bisa bekerja tenang.

"Senang kita malahan. Karena gara-gara setoran kita buru-buru terus kejar target. Gara-gara buru-buru setoran kan tahu-tahu kita kejadian (kecelakaan) di jalan," ujar Togi.

Dirinya mengaku memperoleh penghasilan kotor Rp 700.000. Dari jumlah itu ia mesti menyetor ke bosnya Rp 250.000, dan Rp 250.000 lainnya untuk membeli solar. Sisanya Rp 200.000 untuk pendapatan dirinya.

Dengan penghasilan rata-rata Rp 200.000 perhari tersebut, Togi berharap pemerintah nantinya tidak menggaji supir sesuai dengan UMR DKI, yang saat ini berada di kisaran Rp 2,7 juta.

"Tapi jangan segitu. Rugi kita segitu. Rata-rata kita sebulan saja Rp 4 juta," ujar Togi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com