Angkutan umum kota, seperti bus kota, metromini/kopaja, serta mikrolet, selama ini disediakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membantu mobilitas masyarakat. Sayangnya, masyarakat lebih memilih kendaraan pribadi, seperti mobil dan sepeda motor. Tidak nyaman, tidak aman, lama, serta mahal adalah alasan utama masyarakat enggan naik moda umum tersebut.
Hasil jajak pendapat Kompas menunjukkan, 67,3 persen responden masih merasakan buruknya keamanan dan kenyamanan bus kota, mikrolet, dan angkutan kota lainnya di Jakarta. Tujuh dari 10 responden juga mengeluhkan ketidakefisienan dalam waktu tempuh angkutan kota. Mereka tak puas dengan kecepatan angkutan kota menjangkau tempat tujuan mereka.
Keamanan di dalam angkutan kota menyita perhatian responden ketimbang faktor lainnya. Secara umum, 36 persen responden berpendapat, aspek keamanan angkutan kota sebagai hal yang paling mendesak untuk diperbaiki.
Besarnya kekhawatiran pada ancaman kejahatan di angkutan umum itu lebih banyak diperhatikan responden perempuan ketimbang laki-laki. Sebanyak 40,4 persen responden perempuan beranggapan keamanan menjadi hal yang perlu segera diperbaiki.
Fatmadewi (34), responden yang setiap hari pergi bekerja menggunakan bus, menceritakan pengalamannya melihat aksi kriminalitas. ”Saya pernah melihat pencopet di Terminal Lebak Bulus. Waktu itu cowok yang duduk di sebelah saya meraba tas ibu yang duduk di depannya. Saya sapa saja ibu itu berlagak pernah kenal sambil memberikan kode. Untung ibu itu sadar lalu memeluk tasnya,” ujarnya.
Aspek keamanan angkutan kota menjadi persoalan yang serius. Pemerintah hanya bereaksi mengeluarkan aturan saat kasus kejahatan besar terjadi. Seperti saat terjadi kasus perampokan, pemerkosaan, dan pembunuhan mahasiswi pada tahun 2011, pemerintah langsung bereaksi dengan mengadakan razia dan penertiban terhadap mikrolet.
Namun, sekarang aturan itu longgar kembali. Akhirnya, pencegahan kembali dilakukan sendiri oleh penumpang lewat pengetahuan tentang ”peta” dan pola kejahatan di angkutan umum, seperti yang dilakukan oleh Fatmadewi.
Faktor yang mendesak diperbaiki selanjutnya, menurut responden, adalah kenyamanan. Rasa nyaman adalah hal yang paling diserukan responden yang sering menggunakan angkutan umum daripada responden yang jarang dan tak pernah memakainya. Sebanyak 36 persen responden yang setiap hari naik moda umum menyatakan kenyamanan adalah hal yang mendesak dibenahi.
Animo besar
Persoalan klasik yang masih membayangi angkutan kota itu tak urung menekan pola transportasi warga Jakarta. Sebagian besar responden mengaku jarang atau bahkan tidak pernah naik angkutan kota. Mereka menghindari angkutan umum selagi ada pilihan transportasi lain. Ibu Mahfud (50) misalnya. ”Saya lebih suka keluar rumah naik sepeda motor daripada angkutan kota. Saya khawatir menjadi korban kejahatan di angkutan kota,” ungkapnya.
Pengakuan responden itu sejalan dengan perkembangan moda transportasi di Jakarta. Sepanjang 2008-2013, rata-rata pertumbuhan sepeda motor untuk wilayah DKI sekitar 438.700 unit per tahun, berbanding terbalik dengan jumlah angkutan kota (bus besar, bus sedang, dan angkot) yang menurun sekitar 500 unit setiap tahun (Kompas, 12 November 2014).
Di sisi lain, sebenarnya keinginan warga memakai angkutan kota terbilang besar. Mayoritas responden (87 persen responden) bersedia untuk lebih sering memakai angkutan umum asalkan aneka persoalan yang ada diperbaiki. (BIMA BASKARA/Litbang Kompas)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.