Kompas.com menemui Taufiqurrohim, yang mengaku sebagai pemilik CV BTU, Senin (2/3/2015). Dia membenarkan bahwa perusahaannya memenangi tender pengadaan UPS untuk SMKN 53 Jakarta.
"Benar (menang tender UPS) tahun kemarin. Itu terdiri dari UPS dan batereinya. Sudah dipasang," kata Taufiqurrohim, kepada Kompas.com, di pelataran teras kantornya.
CV ini satu alamat dengan toko genteng UD Bersama Maher Genteng Jatiwangi, di Jalan Sekip Ujung Nomor 30, atau Jalan Ahmad Yani nomor 31, Utan Kayu Selatan, Matraman Jakarta Timur.
Taufik mengaku menyewa salah satu ruang di kantor toko genteng itu. Di dalam kantor ini pun, tidak hanya CV Bukit terpadu saja. Ada total 5 CV yang tinggal 'satu atap' alias satu bangunan.
Taufik, sapaan akrabnya, mengaku bukan dia yang mengerjakan proyek pengadaan UPS senilai miliaran di SMKN 53 Jakarta. Seorang temannya meminjam nama perusahaannya sebagai bendera, untuk ikut proyek tersebut.
"Nama perusahaan saya dipakai sama teman, seperti benderanya dialah," ujar Taufik.
Diakui Taufik, CV-nya tidak biasa menangai proyek miliaran. Dari segi keuangan, Taufik mengaku perusahaannya tidak menjangkau nilai proyek sedemikian. Biasanya, di bawah Rp 100 juta adalah garapannya.
Segala sesuatu yang berkaitan dengan proyek UPS di SMKN 53, sebut Taufik, dikerjakan oleh temannya. Dia mengaku tidak terlalu dilibatkan ataupun mengetahui soal proyekn itu. Yang jelas, Taufik, hanya menandatangani kontrak ketika perusahaan miliknya menang tender di Unit Layanan Pengadaan (ULP) DKI.
Ikut lelang
Taufik menegaskan perusahaannya memang memenangi lelang di ULP. "Semua orang bisa ikuitin pelelangan artinya dengan catatan dia punya perusahaan yang sesuai persyaratan. Sekarang lelang memang harus lewat ULP," ujar Taufik.
Setelah itu, kegiatan proyek UPS dikerjakan oleh sang teman. Sayang Taufik belum bersedia menyebut siapa temannya dengan alasan etika pekerjaan. Yang ia bisa pastikan saat ini, temannya bukan orang pemerintahan baik dari Pemprov DKI atau DPRD.
"Murni kontraktor setahu saya, enggak ada orang pemda," ujarnya.
Taufik sendiri, tak tahu soal boleh atau tidak dalam aturan perusahaannya dipinjam namanya oleh pihak lain untuk menggarap proyek. "Boleh atau tidak saya tidak tahu. Cuma dia bilang, 'kita ikutin boleh enggak di pendidikan'. Saya bilang silakan saja kalau memang sesuai bisa diikuti," ujar Taufik.
Apalagi, dia pikir ikut lelang lewat ULP merupakan lelang terbuka bagi perusahaan mana pun. Akhirnya, ia percaya pada temannya.
Diakuinya, ia mendapat komisi alias bagian setelah nama perusahaannya dipakai oleh sang teman. "Saya dikasihlah sedikit uang jasa istilahnya diberikan ke saya gitu," sebutnya tanpa mau merinci besarannya.
Menurut Taufik, pada proses lelang ULP, harga ditentukan oleh pihak pemesan. Contohnya, pemesan di lembaga pemerintahan menginginkan pengadaan sofa untuk kantor. Pemesan biasanya melakukan survei harga dulu di produsen.
Setelah merasa harga layak, kemudian pemesan mengajukannya ke ULP. Perusahaan yang ikut lelang di ULP kemudian memberikan tawaran siapa yang mampu paling murah mengadakan barang.
"Tapi enggak mesti yang murah yang biasa menang. Kalau misalnya ketentuan syaratnya enggak lengkap, enggak bisa (lolos)," ujar Taufik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.