Beberapa kendala, terutama belum selesainya akses jalan ke tol JORR membuat terminal termegah di Asia Tenggara ini belum bisa dioperasikan secara maksimal.
Terminal yang pembangunannya menghabiskan dana ratusan miliar rupiah ini hanya dimanfaatkan sebagai tempat tidur para kernet, awak bus dan tuna wisma.
Seorang sopir KWK 29 jurusan Jalan Baru-Stasiun Cakung, Urip (45), mengatakan, angkot-angkot KWK 29 biasanya berjejer di Terminal Pulo Gebang pada siang hari.
Bukan untuk mencari penumpang, melainkan mencari tempat yang terbebas dari sengatan matahari untuk istirahat atau tidur.
Urip mengatakan, pada pagi, sore, serta malam hari, barulah mereka berjibaku mencari penumpang di luar terminal.
"Sejak tahun 2012, belum pernah ada penumpang dari sini. Memang cuma dipakai untuk tidur saja," ucap Urip kepada Warta Kota di Terminal Terpadu Pulo Gebang, Jumat (6/11/2015) siang.
Meski telah selesai dibangun, kata Urip, Terminal Pulo Gebang memang belum beroperasi secara maksimal.
Selama tiga tahun dibuka, tidak ada trayek angkot lain selain KWK 29 yang beroperasi di terminal ini.
Padahal, terminal bisa menampung puluhan trayek angkot dan bus, baik bus dalam kota maupun bus AKAP (Antar Kota Antar Provinsi).
"Penumpang baru akan ramai kalau sudah banyak bus yang mangkal. Kalau enggak ada bus yang mangkal, ya enggak bakalan ramai," ujarnya.
Secara fisik, terminal ini sudah berwujud. Jika kita menyusuri Kanal Banjir Timur (KBT), dari arah Duren Sawit menuju pantai Marunda, setelah melewati stasiun kereta api (KA) Cakung, di situ akan terlihat sebuah bangunan yang dari jauh tampak seperti Stadion Sepak Bola.
Bangunan yang didominasi cat berwarna abu-abu dan atap gedung berwarna hijau tersebut adalah bangunan Terminal Terpadu Pulo Gebang. (fha/gps/jhs/suf)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.